Perjalanan Keluarga Katolik

Bertumbuh dalam Iman dan Kedewasaan

Forum Refleksi Bersama
Dasar-dasar Hidup Keluarga Katolik pada awalnya berakar pada Sakramen Perkawinan. Karena, dengan sakramen perkawinan itu, pria dan wanita mengikatkan diri dengan janji perkawinan untuk membina kebersaman seluruh hidup; dan mengarahkan hidup kebersamaan itu menuju kesejahteraan suami-istri serta untuk kelahiran anak dan pendidikannya. Kristus mengangkat perjanjian perkawinan itu ke martabat sakramen. (Kanon 1055 § I; cf. GS 48 § I)
Landasan Hidup Keluarga Katolik yang bersifat sakramen tersebut di atas menjadikan Keluarga Katolik seharusnya bertumbuh-kembang dalam Iman dan Kedewasaan seturut rencana keselamatan Allah (Kat. 1602). Pertumbuhan Iman dan Kedewasaan Keluarga itu diberkati dan dibimbing oleh Allah menjadi keluarga yang sehat lahir dan batin (GS 47 § I).
Pertumbuhan Keluarga Katolik dalam Iman dan Kedewasaan merupakan buah-buah cinta kasih suami-istri, yang menyerupai cinta kasih Allah. Bahkan, cinta suami-istri itu menjadi gambaran atau menjadi cerminan cinta Allah kepada manusia (Kat. 1604). Pertumbuhan Keluarga Katolik, oleh karena itu, menjadi wujud karya penciptaan Allah yang memberkati mereka untuk mewujudkan sabda Allah berikut ini: “ Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah …” (Kej 1: 28). Sungguh luarbiasa bahwa pembentukan keluarga katolik seolah disetarakan dengan karya penciptaan Allah. Lagipula, kewenangan yang dipercayakan Allah kepada keluarga itu juga sangat luarbiasa, yaitu menaklukkan bumi dan berkuasa. Keluarga katolik dipercayai untuk mampu menjadi dewasa dan mandiri, dan dipercayai pula untuk memimpin perjalanan hidup kebersamaan yang ada di sana menjadi tumbuh-kembang dalam iman dan dalam kedewasaan kristiani. Perjalanan seperti itu masih panjang dan dipenuhi oleh liku-liku kesulitan dan permasalahan.
Pada Sinode Keuskupan Surabaya tahun 1996 pernah dicanangkan prioritas bidang pastoral, salah satunya adalah pastoral keluarga (Visi-Missi Keuskupan Surabaya 1997-2001). Di sana disebut pentingnya “menanamkan pembentukan nilai-nilai (values) dalam keluarga, seperti misalnya: penghayatan iman bersama, keterbukaan dalam relasi dan komunikasi, kesetiaan, menghormati kehidupan, pendidikan kristiani dalam keluarga, doa bersama dalam keluarga.” Apakah semua itu masih menjadi prioritas untuk masa kini, termasuk di banyak tempat lain-lain? Bagaimanakah semua itu pada saat sekarang telah terkembang dan dihayati oleh Keluarga Katolik dimanapun berada? Bagaimanakah PETA perjalanan umat keluarga katolik?
Peta Tantangan
  • penghayatan iman bersama (penguatan penghayatan iman sesama anggota keluarga, hidup liturgi, penghayatan sakramen-sakramen, pengembangan pribadi dan spiritualitas keluarga)
  • menghormati kehidupan (aborsi, perlakuan adil kesetaraan gender, arus global, sekularisme, konsumerisme, pergaulan dan seksualitas – pornografi-pornoaksi)
  • pendidikan kristiani dalam keluarga (kebiasaan refleksi, penghargaan kepada sumber-sumber pustaka dan pemahaman iman serta tradisi gereja, pendalaman ajaran gereja-moral-hukum kanonik-berbagai praktik hidup religius dan hidup bakti katolik, dukungan keterlibatan dalam jemaat lingkungan-wilayah-paroki, spiritualitas katolik dalam karir dan profesi anggota keluarga)
  • doa bersama dalam keluarga (tatacara dan praktik doa bersama, keseimbangan doa pribadi dan doa bersama, sentuhan affeksi dan relasi pribadi dengan Tuhan yang melimpah dari pengalaman doa, perkembangan kepekaan dalam diskresi hidup rohani atau dalam pembedaan roh serta dinamika rohani, kaitan dengan berbagai tradisi devosi dan lingkaran hidup liturgi gereja)
  • relasi suami-istri-anak (keterbukaan, frekuensi, dan kualitas dalam relasi dan komunikasi; jalinan kasih-sayang dan kerukunan; kesetiaan suami/istri kepada pasangannya; kesediaan berkorban dari suami/istri bagi pasangannya; kecemburuan dari suami/istri terhadap pasangannya, dominasi suami/istri atas pasangannya; sikap dan tindak kekerasan suami/istri terhadap pasangannya dan anak-anak )
  • ekonomi rumah-tangga (kemampuan mengelola-manajemen ekonomi rumah tangga, keterbatasan penghasilan, kesulitan lapangan kerja, beban hutang, kebutuhan sandang dan pangan, biaya kesehatan, biaya pendidikan anak, asuransi hari tua, pengadaan dan perawatan rumah tinggal, biaya sosialisasi lingkungan masyarakat)
Peta Harapan
  • menghayati relasi timbal-balik suami-istri dan orangtua-anak dalam rangka penghayatan hakikat dan praktik sakramen perkawinan
  • Mendidik dan mengasuh anak secara katolik seutuhnya dengan landasan pelayanan yang menghargai pertumbuhan pribadi-rohani
  • Memacu kemandirian keluarga katolik dalam bidang ekonomi rumah-tangga
  • Mewujudkan keluarga katolik sebagai keluarga inti dalam gereja basis, termasuk ikut membangun gereja di Lingkungan-Wilayah-Paroki
  • Terlibat secara dewasa serta sehat dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan dengan dilandasi moral dan spiritualitas katolik, dan mewujudkan semua itu melalui praktik-praktik yang diperbarui terus-menerus
Peran Pastoral dan Kepemimpinan Awam Pemuka Jemaat
Tiga hal penting yang perlu dicermati untuk menggambarkan peran pastoral dan kepemimpinan pemuka jemaat dalam rangka mendukung Perjalanan Keluarga Katolik tersebut di atas, yaitu:
a.  Fokus pelayanan (ministry) harus mendarat secara realistis ditingkat konteks keluarga-keluarga katolik sehari-hari. Pelayanan diwujudkan dalam berbagai aktivitas yang langsung terkait dengan tantangan-tantangan nyata (life challenges-related or cases-related). Kegiatan Pastoral Teamwork dan Kepemimpinan Awam Pemuka Jemaat diagendakan bersama umat secara langsung sesuai keadaan aktual-faktual.
b. Metode pelayanan berorientasi kepada “pemusatan bagi mereka yang dilayani” (community-centered ministry or people-based ministry). Mind-set atau mental pelayanan harus tegas berubah menjadi “belajar bersama dan bertumbuh-kembang sebagai sesama teman-sahabat-mitra dalam perjalanan iman serta hidup rohani (peer-based learning and emancipatory). Perjalanan itu hendak mendorong pemuasan kerinduan gereja yang masih berjuang dalam persekutuannya dengan gereja yang telah menang bersama Kristus.
c. Kajian cermat dan dokumentasi yang terus dikembangkan lewat berbagai media komunikasi/bagi-rasa harus dipastikan dan dibakukan untuk mendukung fokus pelayanan dan metode pelayanan tersebut di atas. Banyak hal dari ajaran gereja dan tradisinya kemungkinan menjadi kurang mengena dan kurang updated bagi umat saat ini, karena banyak praksis hidup iman umat dan praksis pastoral tidak mampu saling dibagirasakan, yang salah satunya hal itu terjadi karena atau akibat kelemahan riset, dokumentasi, dan komunikasi.
Peran Pastoral dan Kepemimpinan Awam Pemuka Jemaat bisa saja terlibat dibidang teknis dan masalah-masalah kongkrit-aktual, tetapi “bagaimana peran dan kepemimpinan itu mampu menjaga kemandirian yang semakin dewasa diantara keluarga-keluarga katolik sendiri?”

Teks Doa Novena Arwah

Teks Doa Novena Arwah berikut ini ditampilkan sebagai sharing untuk pemerkayaan devosi doa arwah kita. Teks tersebut telah dipergunakan setiap tahun pada bulan november sebagai doa novena sembilan hari sejak tahun 2005. Beberapa revisi telah dilakukan dan diperkayakan dengan temuan-temuan pengalaman doa. Naskah asli dan revisinya disusun oleh Bapak Petrus M. Sektijo dan Bapak T. Soemarman dengan menggunakan berbagai sumber. Teks doa Novena Arwah untuk Sembilan Hari itu dikembangkan sebagai ungkapan iman umat di wilayah Filipus (sekarang Wilayah Tomas) dari Paroki Roh Kudus, Surabaya.
Yang menarik dari Teks Doa Novena Arwah:
  • Didalamnya dimuat doa rosario kecil yang mengungkapkan kecintaan Umat kepada Bunda Maria sebagai perantara yang mem bantu penyucian saudara-saudara kita di api penyucian.
  • Bagian akhir dari doa novena arwah di isi dengan forum sharing tentang “afeksi doa” yang dialami pada setiap pertemuan doa dari hari pertama sampai hari kesembilan.
  • Pada doa novena hari terakhir dilakukan ibadat sabda singkat dengan ungkapan doa dan pembakaran daftar nama-nama  arwah yang didoakan selama sembilan hari.




DOA NOVENA ARWAH LINGKUNGAN FILIPUS (WILAYAH TOMAS 2009) PAROKI ROH KUDUS SURABAYA
1. Lagu pembukaan
2. Tanda Salib dan Salam
P: Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
U: Amin
P: Semoga Allah yang membangkitkan Kristus dari alam maut, melimpahkan rahmat kepada kita.
U: Sekarang dan selama-lamanya
Pengantar singkat & Pernyataan Tobat
3. Doa Pembukaan
Marilah kita berdoa,
Allah Yang Kekal, Tuhan Yang Kudus,
Bapa dan Pelindung segala ciptaan,
kami mengucap syukur kepada-Mu
karena Engkau telah mengumpulkan kami di sini.
Kami mengarahkan hati kepada-Mu  dan memanjatkan doa
bagi mereka yang telah meninggal dunia,
khususnya ………….(dibacaka nama-nama yang didoakan).
Mereka semua adalah putra-putri-Mu yang kami kasihi,
para orang tua, kerabat, teman, saudara kami,
mereka yang telah berjasa kepada kami selama hidupnya,
dan tak lupa juga bagi sesama yang telah menyakiti kami,
yang sangat membutuhkan pengampunan kami.
Ya Allah, kami persembahkan doa Novena arwah hari …ini, untuk menebus segala dosa yang telah mereka perbuat
dan mohon terimalah mereka dalam persekutuan surgawi.
Demi Yesus Kristus Putera-Mu, Tuhan dan pengantara kami, kini dan selama-lamanya, Amin
4. Lagu Pengantar Doa Novena
5. Doa Novena Arwah Hari ke ……… (Lihat halaman 2-6)
6. Doa Rosario Kecil Bagi Jiwa-jiwa di Api Penyucian (Lihat halaman  7 )
7. Litani Bagi Jiwa-jiwa di Api Penyucian (Lihat hal. 8-9)
8. Doa Bapa Kami
Saudara sekalian marilah kita satukan semua doa yang telah kita panjatkan dengan doa yang diajarkan Tuhan Yesus sendiri.
Bapa Kami…………
9. Doa Penutup
Marilah kita berdoa,
Allah Bapa Yang Mahakuasa dan kekal,
kami menyatakan kepercayaan kami kepada-Mu,
bahwa mereka yang kami doakan
dalam doa novena arwah hari ini,
kini berada dalam perdamaian-Mu.
Kami percaya, bahwa kami bersama mereka
yang telah Kau panggil, merupakan satu keluarga,
satu tubuh dalam Kristus.
Maka berilah kami berkatMu, agar kami senantiasa ingat akan persatuan yang membahagiakan itu.
Demi Yesus Kristus Putera-Mu, Tuhan dan pengantara kami, kini dan selama-lamanya, Amin.
10. Berkat penutup
P: Tuhan beserta kita
U: Sekarang dan selama-lamanya
P:    Semoga Yesus Sang Penebus, memperkenankan kita ikut menikmati kebahagiaan abadi di surga.
U: Amin.
P:    Semoga kita selalu dibimbing dan diberkati oleh Allah yang mahakuasa, Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
U: Amin.
P: Dengan demikian doa novena kita hari ………. sudah selesai.
U: Syukur kepada Allah.
P: Marilah pergi kita diutus
U: Amin
11.     Lagu penutup
Sumber:
 Doa-Doa Bagi Jiwa-Jiwa Malang, Imprimatur Rm. Alfons Segar, Pr  Vikjen Keuskupan Ruteng, Desember 2004
 Rahasia Jiwa-Jiwa di Api Penyucian, Imprimatur Mgr. Eduardus Sangsun SVD – Uskup Ruteng – 19 Juni 2001
 Alfons Sene (2002).  Ibadat dan Doa Untuk Arwah. Nusa Indah Ende.
Surabaya, 4 Nopember 2008
Disusun oleh: Petrus M. Sektijo
Editor: T. Soemarman
MASING-MASING DOA NOVENA
HARI PERTAMA SAMPAI HARI KESEMBILAN
Doa Novena Hari Pertama (1)
P: Penyebab banyaknya jiwa yang menderita di api penyucian adalah karena dosa yang dilakukan mereka sepanjang hidupnya. Inilah yang menjadi sumber penderitaan mereka (hening sejenak).
P dan U. :
Ya Yesus, Tuhan dan Penyelamatku,
aku juga sering layak berada di neraka.
Betapa menyiksanya pikiran
bahwa aku akan binasa selama-lamanya.
Ya Tuhanku, tunjukkanlah kesabaran-Mu padaku,
aku mengasihi-Mu karena Engkaulah kebaikan yang tak terbatas.
Aku menyesal dengan sepenuh hatiku
karena telah melukai dan menghina Engkau
dan aku berjanji untuk memperbaiki diriku.
Anugerahkanlah rahmat-Mu padaku ya Allah.
Kasihanilah aku dan kasihanilah pula jiwa-jiwa malang
yang menderita di api penyucian.
Ya Maria, Bunda Allah, pembawa segala Rahmat,
Bunda Damai Abadi,
datanglah menolong jiwa-jiwa malang
dengan kuasa perantaraan-Mu.
Melalui perantaraanmu yang kuat,
semoga Kristus, Puteramu yang paling kaukasihi,
Tuhan dan Allah kami, mengizinkan mereka
untuk ambil bagian dalam suka cita dan kemuliaan-Nya. Amin.
Bapa Kami……   Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 )
Doa Novena Hari Kedua (2)
P: Jiwa-jiwa malang menderita karena menyia-nyiakan waktu mereka selama hidup di dunia. Sebetulnya mereka bisa menghasilkan banyak kebaikan untuk mencapai kerajaan surga, tapi kesempatan itu telah hilang. Dan, kehilangan seperti itu tidak dapat diperbaiki lagi, karena dengan berakhirnya kehidupan didunia berakhir pula waktu dan kesempatan untuk melakukan kebaikan yang berbuah kebahagiaan di surga (hening sejenak).
P dan U:
Allah yang Maha Kuasa dan Kekal,
Adakah yang kuhasilkan selama kehidupan duniawiku,
sehingga aku layak mencapai kehidupan kekal?
Sungguh aku tak pantas dihadirat-Mu,
karena banyak hal kulakukan dengan kesia-siaan
dalam pikiran, perasaan, dan perbuatanku yang duniawi.
Aku berterima kasih kepada-Mu
karena Engkau tetap memberi waktu lebih banyak,
agar aku dapat memperbaiki keburukanku
dan memperoleh berkat-Mu untuk kebahagiaan di surga.
Ya Allah sumber kebaikan, aku menyesal dengan sepenuh hatiku, karena telah menjauh daripada-Mu.
Dampingilah aku, agar sejak saat ini aku senantiasa menyadari,
bahwa tidak ada yang lebih penting bagiku, selain mengasihi dan melayani-Mu.
Kasihanilah aku dan kasihanilah pula jiwa-jiwa malang,
yang menderita di api penyucian.
Ya Maria, Bunda Allah penuh rahmat,
datanglah menolong jiwa-jiwa malang
dengan kuasa perantaraanmu.
Melalui perantaraanmu yang penuh kuasa dan berharga,
semoga Kristus, Puteramu yang paling kaukasihi,
Tuhan dan Allah kami,
mengizinkan mereka untuk ambil bagian
dalam sukacita dan kemuliaan-Nya yang kekal. Amin.
Bapa Kami……    Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 )
Doa Novena hari ketiga (3)
P: Penderitaan besar dari jiwa-jiwa malang merupakan hal buruk akibat dosa-dosa yang harus mereka alami di api penyucian untuk membersihkan diri. Dalam dunia ini tidak ada seorangpun yang cukup sadar akan keburukan dosa-dosa, namun hal ini akan lebih jelas bila dilihat dari dunia lain (hening sejenak).
P dan U:
Bapa yang Kekal, Allah yang Kudus,
Kudus dan Berkuasa, Kudus dan Kekal,
aku mengasihi-Mu lebih daripada segala sesuatu,
karena Engkaulah kebaikan yang tak terbatas.
Aku menyesal dengan segenap hatiku
karena telah melukai-Mu.
Aku ingin dengan segala kesungguhan hati
tidak lagi menjauh daripada-Mu.
Anugerahkanlah rahmat-Mu, ya Tuhan!
Kasihanilah aku dan kasihanilah pula jiwa-jiwa malang
yang menderita di tempat penyucian!
Ya Maria, Bunda Allah penuh rahmat,
datanglah menolong jiwa-jiwa malang
dengan kuasa perantaraanmu!
Melalui perantaraanmu yang kuat,
semoga Kristus, Puteramu yang paling kaukasihi,
Tuhan dan Allah kami, mengizinkan mereka
untuk ambil bagian dalam sukacita dan kemuliaan-Nya. Amin
Bapa Kami……    Salam Maria…..
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 ) Amin.
Doa Novena hari keempat (4)
P:    Jika kita sering menghina Allah, Kasih Yang Abadi, maka hal ini akan melukai kita sendiri. Bagaimanapun juga jiwa-jiwa malang di api penyucian telah melihat sendiri dengan lebih jelas, dan mereka menyatakan, betapa tak terbatasnya kebaikan Allah sehingga mereka akan mengasihi-Nya dengan segenap kekuatannya. Karena inilah, mereka menderita sakit yang tak terkatakan karena telah melukai Allah Yang Maha Besar, sakit yang melebihi segala sakit (hening sejenak).
P dan U:
Allah Yang Maha Kuasa dan Kekal,
aku mengasihi-Mu lebih daripada segala sesuatu,
karena Engkaulah kebaikan yang tak terbatas.
Aku menyesal dengan sepenuh hatiku
karena telah melukai-Mu.
Aku ingin dengan segala kesungguhan hati
tidak lagi melakukan perbuatan dosa.
Biarkanlah aku tetap pada janjiku mulai dari saat ini.
Kasihanilah aku dan kasihanilah pula jiwa-jiwa malang
yang menderita di api penyucian!
Ya Maria,Bunda Allah penuh rahmat,
datanglah menolong jiwa-jiwa malang
dengan kuasa perantaraanmu!
Melalui perantaraanmu yang kuat, semoga Kristus,
Puteramu yang paling kaukasihi, Tuhan dan Allah kami, mengizinkan mereka untuk ambil bagian dalam sukacita dan kemuliaan-Nya. Amin
Bapa Kami……, Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 ) Amin.
Doa Novena Hari Kelima (5)
P:    Jiwa-jiwa di api penyucian tidak mengetahui kapan deritanya akan berakhir. Bagaimanapun juga mereka punya keyakinan suatu saat nanti mereka akan dibebaskan. Namun lamanya waktu yang tidak diketahui dalam menjalani hukuman merupakan kesakitan yang besar bagi mereka (hening sejenak).
P dan U:
Ya Allah yang kebaikan-Nya tak terbatas,
aku mengasihi-Mu melebihi segala sesuatu.
Aku menyesal dengan sepenuh hatiku
karena telah melukai-Mu.
Aku ingin dengan segala kesungguhan hati
untuk memberi-Mu sukacita.
Biarkanlah aku istirahat, ya Allah, dalam damai-Mu!
Bapa Yang kekal, Allah Yang Kudus,
Kudus dan Berkuasa, Kudus dan Kekal,
kasihanilah aku dan kasihanilah pula jiwa-jiwa malang
yang menderita di api penyucian!
Ya Maria,yang dikandung tanpa noda, doakanlah kami yang berlindung kepadamu.
Santa Maria, Perawan yang tak bercela dan Bunda Allah, datanglah menolong jiwa-jiwa malang                                    dengan kuasa perantaraanmu! Amin.
Bapa Kami……, Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7  ) Amin.
Doa Novena Hari Keenam (6)
P:    Kesadaran mengenai Sengsara Yesus Kristus yang pahit dan Sakramen Maha Kudus di altar merupakan penghiburan besar bagi jiwa-jiwa di api penyucian, karena sampai saat ini mereka masih merasakan dirinya diselamatkan melalui sengsara-Nya yang pahit. Mereka sebenarnya menerima begitu banyak rahmat melalui Komuni Kudus. Tetapi, mereka justru menjalani kepedihan tak terkira karena mengetahui bahwa selama hidupnya mereka tidak memikirkan kedua bukti terbesar kasih Yesus pada mereka (hening sejenak).
P dan U:
Tuhanku dan Allahku, Engkau wafat di kayu salib bagiku.
Betapa sering Engkau memberikan diri-Mu
dalam rupa Komuni Kudus dan aku tidak berterima kasih
atas anugerah-Mu ini.
Aku ingin dengan segala kesungguhan hati
ntuk tidak melukai-Mu lagi, Engkau Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Kudus.
Anugerahkanlah padaku, ya Penebus, Kerahiman-Mu dan Kasih-Mu!
Ya Allah, Kasih karuniaku yang terbesar,
kasihanilah aku dan kasihanilah pula jiwa-jiwa malang
yang menderita di api penyucian!
Ya Maria, Bunda Allah, Bunda segala umat manusia, datanglah menolong jiwa-jiwa malang dengan kuasa perantaraanmu! Amin.
Bapa Kami……, Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 ) Amin.
Doa Novena Hari Ketujuh (7)
P:    Kepedihan luar biasa yang dialami jiwa-jiwa malang, yang seluruhnya tergantung pada pertolongan kita, meningkat bila mereka menyadari kebaikan karya Allah. Mereka menpunyai orangtua Kristiani, bertumbuh dalam iman, tidak ada sesuatupun yang terabaikan bila mereka datang kepada rahmat Allah. Kesemuanya ini memberi tekanan yang lebih banyak, betapa tidak berterima kasihnya mereka selama hidup di dunia (hening sejenak).
P dan U:
Allah Yang Mah Kuasa dan Kekal,
akupun makhluk yang tak tahu berterima kasih.
Engkau menantiku dengan kesabaran yang besar,
begitu sering Engkau mengampuni segala dosaku,
dan aku, setelah banyak berjanji, terus menerus melukai-Mu.
Ya Allahku, Bapa di surga, kasihanilah aku.
Aku menyesal telah melukai-Mu dan berjanji untuk sungguh-sungguh mempersembahkan kepada-Mu pemulihan.
Kasihanilah pula jiwa-jiwa malang di tempat penyucian.
Hapuskanlah mereka dari kesalahan dan hukuman.
Bebaskanlah mereka segera dan perkenankanlah mereka
mejadi perantara untukku dan segala keperluanku.
Ya Maria, pelindung dan penolong kami, datanglah menolong jiwa-jiwa malang dengan kuasa perantaraanmu! Amin.
Bapa Kami……, Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 ) Amin.
Doa Novena hari Kedelapan (8)
P:    Jiwa-jiwa malang tak dapat menolong dirinya sendiri, menderita karena kenyataan bahwa begitu banyak orang di dunia ini tidak tahu apa yang mereka lakukan. Mereka hidup tanpa sekalipun memikirkan Allah, keabadian dan masa depan kehidupan mereka serta belum mempersiapkan pertemuan mereka dengan Penciptanya pada saat kematian (hening sejenak).
P dan U:
Allah Yang Maha Kuasa dan Kekal,
lindungilah aku dari hati tak bersemangat dan sikap masa bodoh.
Perkenankanlah aku sekarang menyadari
nilai-nilai sejati kehidupan ini,
menghitung hari-hariku
dan selalu datang semakin dekat kepada-Mu
sampai aku dapat melihat, menyembah dan memuji-Mu
dalam kerajaan abadi-Mu.
Ya Maria, yang dikandung tanpa noda,
doakanlah kami yang berlindung padamu.
Santa Maria, Bunda Allah, perantara segala rahmat,
datanglah kepada kami dan kepada semua jiwa-jiwa malang dengan kuasa perantaraanmu. Amin.
Bapa Kami……, Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 ) Amin.
Doa Novena hari kesembilan (9)
P:    Penderitaan jiwa-jiwa malang sangat luar biasa karena kegagalan mereka sendiri, dan lamanya waktu penyucian. Bagaimanapun juga penderitaan yang paling hebat adalah terpisah dari Allah dan tidak dapat memandang-Nya  (hening sejenak).
P dan U:
Allah Yang Maha Kuasa dan Kekal,
bagaimanakah  aku dapat melampaui banyak tahun,
tetapi berbuat dosa dan berada jauh dari segala rahmat-Mu?
Ampunilah Aku, Tuhanku dan Allahku!
Jangan biarkan aku kehilangan rahmat-Mu lagi!
Aku juga mohon rahmat dan belas kasih-Mu
bagi jiwa-jiwa malang.
Ringankanlah penderitaan mereka,
persingkatlah waktu pembuangan mereka
dan biarkanlah mereka segera melihat suka cita abadi-Mu.
Santa Maria, Bunda Allah,
doakanlah kami para pendosa yang malang,
khususnya pada waktu kami mati.
Ya Maria, Perawan yang dikandung tanpa noda
dan Bunda Allah, perantara segala rahmat, Ratu para Kudus, pemenang segala pertempuran Allah,
datanglah menolong kami dan semua jiwa-jiwa malang
dengan kuasa perantaraanmu. Amin.
Bapa Kami……, Salam Maria……
Berikanlah istirahat kekal……(Lihat halaman 7 ) Amin.
DOA ROSARIO KECIL
UNTUK JIWA-JIWA DI API PENYUCIAN
1.    Yesusku, demi kebajikan dari semua keringat darah-Mu
di Taman Getsemani,
kasihanilah jiwa saudara-saudaraku terkasih
yang menderita di api penyucian.
Bapa Kami, Salam Maria, Berikanlah Istirahat Kekal
2.    Yesusku, demi kebajikan dari penghinaan dan ejekan
yang Kau derita di pengadilan,
pada waktu Engkau diperlakukan  sebagai orang gila
dan ditukar dengan seorang penjahat,
kasihanilah jiwa-jiwa di api penyucian
yang menanti dimuliakan dalam kerajaan Kudus-Mu.
Bapa Kami, Salam Maria, Berikanlah Istirahat Kekal
3.    Yesusku, demi kebajikan dari mahkota duri
yang menusuk Kepala Suci-Mu,
kasihanilah jiwa-jiwa yang paling terbuang serta terlupakan,
dan yang paling jauh dari pembebasan penderitaan
di api penyucian.
Bapa Kami, Salam Maria, Berikanlah Istirahat Kekal
4.    Yesusku, demi kebajikan dari langkah-Mu
yang sangat menyakitkan
saat Kau memanggul salib di bahu-Mu,
kasihanilah jiwa-jiwa malang
yang mendekati pembebasan penderitaan
di api penyucian.
Demi kebajikan dari semua penderitaan
yang Kau rasakan bersama Bunda Kudus-Mu
saat Engkau bertemu dengannya dijalan menuju Kalvari, bebaskanlah jiwa-jiwa yang berdevosi kepada Bunda Terkasih-Mu dari api penyucian mereka.
Bapa Kami, Salam Maria, Berikanlah Istirahat Kekal
5.    Yesusku, demi kebajikan dari tubuh kudus-Mu
yang terentang di kayu salib,
dari kaki dan tangan Suci-Mu yang ditusuk paku,
dari kematian-Mu yang kejam dan dari tusukan di lambung-Mu, kasihanilah dan berilah kerahiman-Mu bagi jiwa-jiwa malang
dan ijinkanlah mereka untuk bersatu dengan-Mu di surga.
Bapa Kami, Salam Maria, Berikanlah Istirahat Kekal
Doa Litani
Bagi Jiwa-Jiwa Di Api Penyucian
Tuhan, kasihanilah mereka
yang telah meninggal dunia
Kristus, kasihanilah mereka
Tuhan, kasihanilah mereka
Kristus, dengarkanlah kami
Kristus, kabulkanlah doa kami
Allah Bapa di surga, kasihanilah mereka
Allah Putera Penebus, kasihanilah mereka
Allah Roh Kudus, kasihanilah mereka
Allah Tritunggal Kudus Tuhan Yang Maha Esa, kasihanilah mereka
Santa Maria, ……..                         Doakanlah mereka
Pembawa Allah yang kudus,…..
Santa Perawan segala perawan,…..
Bunda Allah,…..
Bunda Kerahiman,…..
Pintu Surga,…..
Penghibur orang tertindas,…..
Semua Malaikat Kudus dan Malaikat Agung,…..
Santo Mikael,…..
Semua Bapa Bangsa dan Nabi yang kudus,…..
Santo Yohanes Pembaptis,…..
Santo Yosef,…..
Semua rasul dan pewarta injil yang kudus,…..
Semua murid Tuhan yang kudus,…..
Semua anak-anak tak berdosa yang kudus,…..
Semua martir kudus,…..
Semua uskup dan umat beriman yang kudus,…..
Semua guru Gereja yang kudus,…..
Semua imam dan diakon yang kudus,…..
Semua biarawan dan pertapa yang kudus,…..
Semua perawan dan janda yang kudus,…..
Semua orang kudus Allah,…..
Tunjukkanlah belas kasihan-Mu kepada mereka,
ampunilah mereka ya Tuhan !
Tunjukkanlah belas kasihan-Mu kepada mereka,
bebaskanlah mereka ya Tuhan !
Dari segala sesuatu yang menyakitkan ,….
Dari segala murka-Mu,…..
Dari pengadilan-Mu yang sempurna,…..
Dari kegelisahan yang mengganggu suara hati,…..
Dari kesedihan yang paling mendalam,…..
Dari penahanan yang keras,…..
Dari api yang menghanguskan,…..
Dari kerinduan yang menyakitkan,…..
Dari segala hukuman,…..
Demi peristiwa Inkarnasi-Mu yang luar biasa,…..
Demi kelahiran-Mu yang kudus,…..
Demi nama kudus-Mu,…..
Demi pembaptisan dan puasa-Mu,…..
Demi kerendahan hati-Mu yang mendalam,…..
Demi kepatuhan-Mu yang sempurna,…..
Demi kemiskinan-Mu yang mendalam,…..
Demi kesabaran dan kelemah-lembutan-Mu,…..
Demi kasih-Mu yang tak terhingga,…..
Demi penderitaan-MU yang pahit,…..
Demi keringat darah-Mu dalam ketakutan sakrat maut,…..
Demi penahan-Mu
Demi siksaan-Mu yang menyakitkan,…..
Demi pemahkotaan-MU yang tak bebelas kasihan
Demi ejekan yang menghinakan-Mu,…..
Demi ketidak-adilan yang Kau terima di pengadilan-Mu,…..
Demi kepedihan-Mu saat memanggul salib,…..
Demi penyaliban-Mu yang mengerikan,…..
Demi kesepian-Mu saat merasa ditinggalkan,…..
Demi pengorbanan wafat-MU yang suci,…..
Demi kelima luka suci-Mu
Demi lambung-Mu yang ditikam tombak,…..
Demi kebangkitan-MU yang mulia,…..
Demi kenaikan-Mu yang jaya ke surga,…..
Demi kedatangan Roh Kudus,…..
Demi jasa dan perantaraan Bunda-Mu yang kudus,…..
Demi jasa dan perantaraan para Kudus-Mu,…..
Kami para pendosa yang malang
memohon pada-Mu, …..
Agar Engkau melindungi jiwa-jiwa
yang menderita di api penyucian,…..
Agar Engkau menyelamatkan mereka dari kesakitan dan penderitaannya,…..
Agar Engkau memberikan rahmat pada mereka
atas segala perbuatan baik yang dilakukan oleh umat Kristiani,…
Agar Engkau selalu mendengarkan doa-doa kami bagi mereka,…..
Agar Engkau membimbing mereka kedalam cahaya abadi
dengan perantaraan Malaikat Agung Santo Mikael
dan para malaikat Kudus-Mu,…..
Agar Engkau segera memberi mereka sukacita
dengan memerlihatkan wajah-Mu,…..
Agar Engkau menganugerahkan sukacita abadi pada orangtua,
saudara kandung, teman dan orang yang berjasa kepada kami,…..
Agar Engkau membebaskan jiwa-jiwa
yang menyebabkan kami turut menanggung kesalahan mereka,…..
Agar Engkau memberi belas kasih yang istimewa
pada semua jiwa yang sebatang kara,…..
Agar Engkau menganugerahkan damai abadi
bagi semua jiwa-jiwa Kristiani,…..
Agar Engkau mencurahkan kasih-Mu yang Maha Rahim
atas jiwa-jiwa malang ke dalam hati umat Kristiani yang masih hidup,…..
Putera Allah, Raja Kesukaan Abadi.
Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa manusia,
lindungilah mereka ya Tuhan.
Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa manusia, dengarkanlah mereka ya Tuhan.
Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa manusia, kasihanilah mereka ya Tuhan.
Marilah berdoa,
Ya Allah, Tuhan segala yang hidup dan mati,
tunjukkanlah kasih-Mu yang tak terbatas
kepada para hambamu yang percaya dan berharap kepada-Mu.
Hapuskanlah hukuman atas segala kesalahan
yang telah mereka lakukan
dan bebaskanlah jiwa mereka dari penderitaannya.
Kami berdoa dengan perantaraan Perawan Maria yang Kudus
dan demi Kristus Tuhan kami. Amin.
Uploaded by Tsm

Novena Arwah Tahun 2010

TEMA KHUSUS NOVENA ARWAH 2010: Dalam Naungan Para Kudus
Novena Arwah tahun 2010 mulai dengan susana Pesta Para Kudus tanggal 1 Nopember 2010, lalu Misa Arwah tanggal 2 Nopember 2010. Novena dimulai tanggal 3 Nopember dan berakhir tanggal 12 Nopember.
Sangat indah novena kali ini, karena dapat fokus dengan suasana naungan para kudus. Novena arwah hendak mencoba membantu para pendahulu agar dapat merasakan kesejukan paduan suara para kudus.
Novena kali ini, juga dapat fokus kepada peran Bunda Maria sebagai Ratu Api Penyucian. Semoga Bunda terkasih mengantarkan para arwah dari api penyucian menuju kehadapan Allah Bapa dengan pandangan yang jernih atau Direct Vision — Terjadilah padaku seperti perkataanmu. Amin
2 Nopember 2010


KEMATIAN KRISTIANI: Persiapan yang membahagiakan dalam pengalaman Liturgi dan Doa

Gereja mendorong umatnya agar senantiasa berani mempersiapkan diri menyongsong kematian (Chapman, 1014) sebagaimana didaraskan dalam doa Litani Para Kudus:” Dari kematian kekal, bebaskanlah kami.” Dalam doa Salam Maria, kita juga meminta Bunda Yesus untuk mendoakan kita sebagai pendosa yang memohon kerahiman Allah untuk waktu sekarang sampai saat kematian kita. Dalam Bacaan “Imitatio Christi” atau “Imititation of Christ” bahkan dengan tegas ditunjukkan bahwa “ jika kita tidak siap menghadapi kematian sekarang, maka kelak kita juga tidak pernah akan bersedia menyongsong kematian itu dengan cara mempersiapkan diri bersih dari dosa dan mengarahkan segala pikiran serta tindakan kepada apa yang terjadi disaat kematian kekal itu (Imitatio Christi I, 23, I).
Jika kematian bagi umat beriman (kristiani) bukanlah akhir dari segalanya, melainkan kehidupan yang diubah agar mengalami kehidupan kekal, maka persiapan yang dilakukan untuk saat itu adalah persiapan masuk kedalam perubahan “dari hidup yang fana kepada hidup abadi” (Chapman, 1008-1011). Jauh sebelum kematian itu sendiri tiba atau menjelang, umat diharapkan telah bertumbuh dalam semangat perubahan yang mengarah kepada kesiapan berpindah dari yang fana kepada keabadiaan. Semangat perubahan harus menjiwai hidup kristiani kita, terutama dengan meninggalkan segala sesuatu yang “sia-sia” atau fana, menjauhkan diri dari “yang bersifat sementara” atau instan belaka, mengekang diri dari nafsu dan keserakahan, yang selalu memuaskan diri untuk pemuasan hidup sesaat saja.
Dalam semangat perubahan tersebut di atas, umat beriman boleh belajar untuk mengalami kembali panggilannya menurut dimensi “hidup eskatologis.” Yaitu, menghayati hidup kristianinya sekarang dengan penjiwaan dan perilaku hidup kekal di surga bersama Yesus yang telah bangkit dan hidup abadi bersama Bapa. Kita masih boleh memiliki apa saja, tapi tidak perlu menguasainya, apalagi terkuasai. Yang diperlukan bukan sekedar kemandirian terhadap apa yang kita miliki, lebih dari itu kita perlu menjadi mampu memberi makna terhadap segala sesuatu yang dipercayakan kepada kita. Panggilan kristiani sepanjang hidup sampai memasuki saat perubahan atau kematian dan sesudahnya harus semakin menyerupai “perubahan Tuhan Yesus” yang menderita di salib dan wafat, kemudian bangkit serta naik ke Surga dalam kesempurnaanNya.
Mengapa umat beriman menjadi siap atau berani menyongsong kematiannya? Dari pengalaman hidup doa atau liturgi, kita mendapatkan paling sedikit dua jawaban atas pertanyaan itu:
  1. Kematian yang dimohonkan dan bukan “terpaksa diterima” akan menghasilkan berkat yang melimpah dengan kegembiraan abadi
  2. Dibalik tabir kematian, kita akan menemukan fakta bahwa Tuhan ternyata penuh kasih karena tidak menghendaki kematian manusia. Tuhan justru hendak mewujudkan janjiNya, yaitu “memulihkan kehi-dupan kekal manusia yang telah dirampas oleh dosa menjadi kehidupan fana yang dibayangi oleh kematian seram-menakutkan.”
Yang pertama, kesadaran akan datangnya kematian seharusnya mengingatkan umat beriman bahwa “waktunya tidak panjang, melainkan sangat singkat untuk memperoleh pemenuhan hidup” (Eccl 12:1. 7). Hidup didunia dengan proses kelahiran, masa belajar, merintis dan meraih kesuksesan, sampai saat ajal, seluruhnya berjalan sangat cepat. Hal itu ditandai oleh kejadian demi kejadian dimana kita seringkali lupa atau mengabaikan peran Allah didalam perjalanan hidup itu. Fokus kita seringkali sempit, karena hanya menghadapi apa yang terjadi disekitar kita saat demi saat, tetapi sangat jarang menyelami makna dinamis kehidupan abadi dibalik peristiwa sehari-hari. Padahal, makna dinamis itu amat nyata hadir sebagai kasih Allah yang memeluk kita setiap saat dengan cinta yang utuh dan total seperti diwujudkan dalam kematian dan kebangkitan Yesus.
Manusia dalam hidupnya sehari-hari terlalu terbiasa “puas” dengan lingkungan disekitarnya. Kita bahkan cenderung mencari kepuasan itu dan memastikan jaminan rasa aman diri sendiri. Ketidakpastian dihindari, kekurangan dan kepapaan tidak dihayati dengan tegar, kesepian dan keterasingan diganti oleh hingar-bingar kepalsuan dan oleh penipuan diri serta perselingkuhan. Dibalik semua itu kesungguhan untuk mencari Tuhan, menemukanNya, dan mengalami KasihNya justru tidak pernah dikelola menjadi warna hidup umat beriman, menjadi penghayatan panggilan yang tegas dan bermakna. Akibatnya, kesadaran akan datangnya kematian lebih dialami sebagai “waktunya hampir habis” untuk berpuas-puas dengan lingkungan hidup disekitarnya itu. Sehingga, manusia menjadi takut kehilangan semua yang fana itu. Ketakutan akan yang fana itu seringkali mencekam sampai ia tidak merasakan bahwa sepanjang hidupnya lebih banyak melupakan “usaha mendekat kepada Allah.” Padahal, seharusnya kehilangan perasaan akan Allah atau kehilangan kerinduan akan Allah merupakan akar ketakutan yang dahsyat. Terpisah dari Allah merupakan petaka, tetapi mengapa manusia justru terbuai untuk memeluk kepuasan dunia sekitarnya?
Kiranya, manusia tidak boleh terlambat untuk kembali memohon perasaan akan Allah atau kerinduan kepadaNya. Jika sepanjang hidupnya manusia berkali-kali meminta pemenuhan rejeki serta kesehatan, dan Allah selalu menyediakan serta memenuhinya, maka tentang perasaan akan Allah atau kerinduan kepadaNya seharusnya juga dimohonkan terus-menerus. Terutama, memohon perasaan dan kerinduan akan Tuhan itu sebagai “persiapan kematian.”
Permohonan untuk memiliki perasaan dan kerinduan akan Tuhan harus menjadi kebiasaan dan kegiatan rutin terus-menerus. Agar Allah mengabulkannya terus-menerus pula. Permohonan seperti itu akan maksimal terjadi jika dialami dalam doa yang menyatukan diri kita atau menggabungkan diri kita dengan mereka yang telah menang dan hidup bersama Kristus. Dalam doa Litani Para Kudus, kita dapat mengalami hal itu. Perasaan akan Allah dan kerinduan kepadaNya justru akan dialami dalam persekutuan dengan Para Kudus atau Santo-santa yang memuji Allah sepanjang masa. Perasaan akan Allah dan kerinduan kepadaNya menjadi sempurna terbentuk dalam hidup panggilan kristiani jika semua itu disatukan dalam panggilan komunitas atau panggilan gereja, baik yang masih mengembara di dunia maupun gereja yang telah menang (para kudus dan umat beriman yang telah berpulang mendahului kita). Bagaimanakah jika semua itu sangat sulit kita rasakan kembali, terutama jika kita justru merasa “kehabisan waktu, karena umur semakin senja dan kemampuan semakin renta?”
Salah satu kesempatan yang seharusnya terkembang sejak kita masih kanak-kanak dan remaja adalah kesempatan belajar berdoa kepada Bunda Maria. Pengalaman doa disekitar Bunda Maria seharusnya membuat kita terus-menerus mengalami kedekatan kita dengan Beliau, sama seperti ketika terjadi peristiwa “Yesus mengubah air menjadi anggur di pesta nikah Kanaan.” Kita juga mesti terbiasa meminta Bunda Maria untuk memintakan kepada Yesus agar hidup kita, yang terus-menerus mengalir seperti air yang sia-sia karena cepat kering setiap saat, dapat diubahNya menjadi anggur kehidupanNya. Mengapa kita tidak peka merasakan kesediaan Bunda Maria yang setiap saat dapat menghadirkan Yesus bagi kita. Dengan doa Salam Maria bisa kita alami betapa Bunda kita bersedia dan mampu membuat Yesus mengubah hidup kita menjadi hidupNya yang dekat selalu dengan Allah Bapa. Apalagi, jika permohonan kepada Bunda Maria itu disatukan dalam perasaan utuh kita melalui Litani Para Kudus.
Yang kedua, dibalik tabir kematian ternyata Tuhan hadir penuh kasih karena Dia tidak menghendaki kematian manusia. Tuhan justru hendak mewujudkan janjiNya, yaitu “memulihkan kehidupan kekal manusia.” Kenyataan pengalaman dibalik tabir kematian adalah kenyataan pengalaman “perasaan dekat denganNya yang terpenuhi secara utuh dan bersatu dalam KasihNya secara utuh pula.” Mengapa orang tidak tegas meyakini apa yang terjadi sesudah kematian sebagaimana dialami oleh Yesus.? Tidak pernah ada orang mati yang hidup kembali dan seterusnya hidup abadi sempurna adanya seperti Yesus. Itu semua terjadi sebagai bukti bahwa Allah telah dan terus-menerus memulihkan setiap manusia untuk mengalami hidup kekal. Tetapi, tentu saja pemenuhan janji serupa itu berlaku untuk gambaran hidup kekal yang bersih dari dosa. Dengan cara itu Tuhan telah memutus mata-rantai dosa yang mengakibatkan kematian manusia. Dengan dosanya manusia telah terpisah dari Allah dan menanggung kematian tanpa arah keabadian dalam hidup kekal. Dengan dosanya, manusia akan mati dalam keabadian api neraka dan jauh dari KasihNya. Sebaliknya, dengan kematiannya dalam Yesus, maka manusia akan mati juga tetapi dalam keabadian kasih Bapa. Keabadian kasih itu tidak akan memisahkan lagi manusia dari pencipta dan pencintanya yang Maha Agung.
Oleh karena itu, fakta kematian yang dihadapi dan harus dialami oleh setiap orang hendaknya menjadi fakta kematian dan kebangkitan Yesus dalam panggilan dirinya masing-masing. Penghayatan panggilan umat beriman melalui doa Salam Maria dan Litani Para Kudus memperkayakan penemuan fakta kematian yang indah itu. Mohonlah apa yang kamu minta dalam kematianmu, Tuhan pasti memberi. Masuklah segera bersama Bunda Maria dan Para Kudus dengan leluasa, walaupun pintunya sempit.
Surabaya, 17 April 2009
Sumber:
· Geoffrey Chapman. 1994. Cathechism of The Catholic Church. A Cassell Imprint Villiers House, London.
· Mateus 7: 7-14; Ibrani 9: 11-28

Menyambut Natal 2008

Happy Community
Happy Community
Keluarga Katolik: Bertumbuh dalam Iman dan Kedewasaan

Renungan Adven 2008 Minggu Pertama
Sabtu 7 Desember 2008 – Empat Tipe Pertobatan
Lukas 3: 1-17 dan Galatia 3: 11-17
Sebelum Yesus datang dan dibabtis di sungai Jordan, sekelompok orang telah menerima babtisan lebih dahulu dari Yohanes Pemandi. Tetapi mereka tidak tahu harus berbuat apa sesudah babtisan itu. Mereka tidak tahu bagaimana bersikap dan bertindak dalam pertobatan yang dinyatakan lewat babtisan mereka. Sementara itu Yohanes memberikan gambaran tentang Allah yang berkuasa atau Allah yang telah siap bertindak sesuatu kepada mereka seperti yang diserukannya kepada mereka: “Siapakah yang mengatakan kepada kamu supaya melarikan diri dari murka yang akan datang? Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan” (Lukas 3: 7-8).
Selanjutnya Yohanes menegaskan “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api” (Lukas 3: 9). Kepada orang banyak itu Yohanes memberi petunjuk agar mereka melakukan hal-hal yang baik sebagai buah pertobatan. Yohanes juga memberitahukan kepada mereka bahwa dirinya bukan Mesias seperti yang mereka harapkan. Tetapi Mesias itu akan datang dan akan membabtis mereka dengan Roh Kudus dan dengan api (Lukas 3: 16).
Peristiwa babtisan banyak orang dan peran Yohanes Pemandi tersebut di atas mempunyai kaitan erat dengan kedatangan Yesus. Dengan babtisan yang diberikan oleh Yohanes saja mereka disadarkan untuk bersikap dan bertindak yang sesuai dengan pertobatan. Dengan babtisan seperti itu mereka dituntut untuk menghasilkan buah-buah pertobatan. Mereka diminta berbuat baik sebagai tanda bahwa mereka sudah dibabtis (Lukas 3: 11-14) dan diharapkan siap menerima babtisan dari Yesus dengan kuasa Roh Kudus dan dengan api (Lukas 3: 16-17).
Bagaimanakah perbuatan baik sebagai buah pertobatan telah dilakukan oleh keluarga katolik? Bukankah mereka telah menerima babtisan dari Yesus Kristus, bahkan mereka telah dibentuk menjadi keluarga katolik dengan sakramen perkawinan? Tentu saja perbuatan baik keluarga katolik diharapkan memiliki kualitas yang jauh lebih sempurna dibanding perbuatan baik yang digambarkan oleh Yohanes Pemandi kepada umatnya pada waktu itu. Perbuatan baik yang menjadi buah pertobatan keluarga katolik diharapkan lebih sempurna, karena bukan sekedar dilakukan dengan alasan “takut akan peradilan Allah atau murka Allah” semata. Kualitas perbuatan baik dari keluarga katolik diwujudkan dalam tindakan sehari-hari dengan kesadaran penuh akan kehadiran Yesus ditengah hidup mereka. Keluarga katolik berbuat baik, karena Yesus hidup bersama mereka.
Tetapi, apakah pada kenyataannya kualitas perbuatan baik keluarga katolik memang istimewa? Apakah perbuatan baik menjadi wujud keutamaan yang telah dianugerahkan kepada mereka? Apakah bedanya dibanding dengan perbuatan baik orang-orang lain di tengah masyarakat pada umumnya?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas perlu direnungkan dalam kaitannya dengan arti pertobatan. Karena, jika perbuatan baik yang menjadi buah pertobatan dianggap penting, maka kualitas pertobatan juga menjadi masalah renungan yang penting, bahkan menjadi masalah hidup sehari-hari yang serius pula. Apakah bertobat hanya untuk bersih-bersih diri? Apakah perbuatan baik dapat dilakukan begitu saja tanpa kaitan dengan proses tobat atau tindakan pertobatan? Kiranya renungan keluarga katolik di masa adven tahun 2008 perlu mencari model pertobatan dan perbuatan baik yang integral, yaitu pertobatan dan perbuatan baik yang dapat dihayati secara utuh-terpadu. Apakah keluarga katolik saat ini memiliki kerinduan untuk itu?
Pada kenyataan hidup sehari-hari terdapat pengalaman keluarga katolik yang beragam menyangkut pengalaman pertobatan dan perbuatan baik. Keberagaman itu dapat dicatatkan di sini sebagai rekaman dari berbagai kesempatan bagi-rasa di lingkungan-lingkungan Keluarga Katolik. Keberagamannya dapat digambarkan dengan tingkatan-tingkatan tipe sederhana sebagai berikut:
Tipe pertama adalah keluarga katolik yang dalam perjalanan hidupnya mengalami kekeringan hidup rohani dan hampa makna. Keluarga seperti itu bergumul dalam berbagai kesulitan dan kesuksesan hidupnya yang seolah berjalan dengan kekuatannya sendiri. Label katolik disandangnya, tetapi kesulitan dan sukses yang dialami tak jauh berbeda dibanding orang kebanyakan. Tak ada kata tobat yang bergema. Yang ada di sana adalah kamus gagal atau berhasil. Bahkan, kamus “mengadu nasib atau untung-untungan” sangat sering dipakai di sana. Perhitungan untung-rugi, menghindari sakit dan mencari nikmat atau hedonisme, dan tergila-gila kepada azas manfaat semata-mata, semua itu menjadi orkestrasi-musik kehidupan sehari-hari.
Cara bersikap, cara bertindak, dan cara hidup dari sebagian keluarga katolik seperti tipe pertama ini menjadi lebur seperti bentuk atau pola hidup masyarakat konsumtif atau konsumeristis, dan seperti masyarakat masakini yang seolah lupa Tuhan. Perbuatan baik bagi tipe pertama ini adalah perbuatan yang membuat mereka aman dengan dirinya sendiri. Perbuatan baik hanya dipahami sebagai tindakan-tindakan untuk mengatasi kesulitan, bangkit dari kegagalan, dan mempertahankan serta melipatgandakan sukses dirinya sendiri terus-menerus. Tipe pertama ini mungkin bukan keluarga katolik yang malas atau ceroboh. Bisa jadi tipe itu melahirkan anggota keluarga katolik yang rajin dan pekerja kerjas. Tetapi, yang kurang di sana adalah melakukan pertobatan sebagai sebuah sakramen penyucian hidup dan menyatukannya dengan hidup Yesus melalui sakramen-sakramen lain.
Tipe kedua adalah keluarga katolik yang pernah atau sering berusaha bertobat dan berupaya berbuat baik, tapi merasa belum berhasil. Untuk bangkit dari keterpurukan dosa dan cacat-cacat pribadi dirasakan masih berat. Oleh berbagai alasan, pertobatan dan perbuatan baik menjadi tertunda terus-menerus. Tetapi pada sebagian keluarga katolik seperti ini telah muncul kerinduan untuk “kembali ke jalur hidup iman dan rohani.” Namun, gambaran hidup iman dan hidup rohani macam apa yang hendak dipertegas dalam pilihan hidupnya ke depan, seringkali tidak jelas. Mengapa kabur dan tidak tegas kembali ke jalur? Jawabannya adalah “seringkali tidak tahu dan/atau terkadang tidak mau kendati sudah tahu.”
Salah satu alasan kekaburan untuk kembali ke jalurnya pada tipe kedua keluarga katolik di atas adalah kekaburan yang disebabkan oleh sikap ragu dan kecenderungan suam-suam kuku dalam mengelola hidup dirinya dan keluarganya. Kompromi dan keraguan menjadi warna hidup kekatolikannya sehari-hari. Alasannya? Banyak tekanan dan godaan dari hidup sehari-hari. Di sisi lain, hidup iman dan kedewasaan rohaninya belum sempat digambarkannya, atau mungkin belum pernah dirindukannya. Kecuali, label katolik dijalankan sesuai aturan yang pernah dikenalnya atau didengarnya. Lagipula, semakin lama semua itu luntur bersamaan dengan arus deras tawaran-tawaran godaan hidup sehari-hari. Nurani katoliknya tidak terkembang. Rutinitas ibadat atau liturgi dijalani tanpa mendarat kepada sentuhan batin dan dinamika kedalaman hidup. Ditambah lagi layanan iman dari pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk membantu pembinaannya bahkan mentah atau tidak tertangkap dengan baik.
Tipe ketiga adalah keluarga katolik yang tekun berdoa dan sibuk-aktif dalam kegiatan umat dilingkungannya sampai paroki. Siklus hidup liturgi, berbagai ritual, sejumlah ajaran gereja, macam-macam keteladan hidup para kudus, dan macam-macam kebiasaan serta tradisi hidup menggereja, semua yang sejenis itu ditekuni dan dijalani dengan bersemangat. Keluarga katolik seperti itu dalam hidupnya sehari-hari mengalami kesulitan dan sukses secara seimbang. Masing-masing anggotanya dalam keluarga katolik seperti itu terbiasa melihat manfaat ditengah kesulitan. Mereka juga mampu mengukir harapan ditengah kegalauan dan kesusahan. Puji syukur dilantunkan ketika rejeki dan berkah melimpah. Sukses tidak membuat keluarga ini takabur, sombong, atau lupa diri dan lupa daratan. Berderma dan mengasihi sesama mungkin sesekali dilakukan. Kolekta dan persembahan juga ditepati. Dan, masih banyak hal baik dilakukan sebagai orang katolik. Tapi, keluarga katolik tipe ketiga ini merasa menjadi umat yang masih belum maksimal dalam menjiwai kekatolikannya. Alasannya, mereka merasa sekadar menjadi umat yang mesti patuh kepada Gereja. Apa yang diberikan oleh Gereja dan apa yang tersedia di sana diambilnya dan dijadikan pegangan hidup. Walaupun pengalaman hidup iman dan rohani yang ada nampaknya tak mampu mereka jelaskan. Karena semuanya diberikan, tersedia, dan bisa serta biasa diambilnya. Pengalaman perjumpaan pribadi dengan Allah dan semua orang kudus dikemas dalam ibadat dan ritual.
Tipe ketiga keluarga katolik tersebut di atas mampu menjawab semua persoalan hidupnya dengan berpegang kepada ajaran Gereja dan berbagai macam tradisi rohani yang sempat dicerna dan diyakini selama ini. Hal-hal baru yang dihadapi cenderung “harus ditanyakan dulu kepada yang berwenang.” Jika hal-hal baru itu menyangkut pilihan cara hidup katolik yang “lebih radikal” dibanding yang saat itu sedang mereka hayati, maka mereka menjadi guncang sampai “yang berwenang” menenangkan mereka. Jika mereka harus bertobat, maka alasan tobat pun cenderung dialaskan pada kelaziman yang sudah berjalan selama ini. Jika mereka berbuat baik, maka landasan pemicu perbuatan baiknya adalah karena merasa dirinya sebagai orang katolik. Alasan itu semacam keterlanjuran sudah menjadi katolik. Lagipula, banyak orang lain dan saudara-saudaranya mengakui mereka sebagai orang katolik yang seharusnya memang berbuat baik.
Tipe keempat adalah sebuah model keluarga katolik yang mengambil teladan pertobatan Santo Paulus sebagai landasan tobat dan perbuatan baik mereka. Paulus mengalami pewahyuan atau pembukaan diri Allah (Yesus) kepadanya dan yang membuatnya menjadi bertobat mengikuti Yesus serta memberitakan injil (Galatia 1: 12 dan 16). Pengalaman Paulus dalam menerima Yesus seperti yang dikisahkan dalam riwayat hidupnya ternyata mampu mengubah total hidupnya. Paulus memberitakan injil diantara orang-orang bukan Yahudi dengan keberanian yang luarbiasa (Galatia 1: 14-16). Bahkan ia harus menanggung akibat dari pewartaannya itu untuk menjalani hidup dipenjara karena injil yang diwartakannya. Pribadi Paulus diubah total oleh pewahyuan Tuhan kepadanya, sehingga sejak itu pula hidupnya menjadi satu dengan hidup Tuhan Yesus. Pertobatan dan perbuatan baik yang dilakukan Paulus adalah model penyerahan hidup yang merelakan dirinya untuk dipakai oleh Allah dalam mewartakan injilNya. Perbuatan baik itu berupa pewartaan, yaitu menjadikan hidup ini sebagai warta gembira yang sama seperti hidup dalam keselamatan yang telah diterimanya dari Tuhan Yesus.
Tipe keempat keluarga katolik mengalami pertobatan dan dorongan berbuat baik sebagai bagian utuh dari proses dirinya menerima pewahyuan Allah kepada setiap anggota dari keluarga katolik. Ditengah keluarga itu dan didalam perjalanan hidupnya sehari-hari mereka mengalami Tuhan Yesus bersama mereka. Pengalaman akan kehadiran Yesus sangat menguasai mereka, sehingga keluarga ini cenderung semakin terbuka untuk menerima pengaruh Yesus dalam hidup mereka. Hidupnya menjadi tegas dan tegar dalam menghadapi berbagai situasi dan keadaan. Hidupnya disediakan bagi pewartaan tentang Tuhan yang melawati umatNya. Pengorbanan atau penjara tidak membuat mereka gentar. Sebaliknya, ditengah berbagai kesulitan apapun mereka justru bermegah dan bersyukur, karena Tuhan menyatakan dirinya (mewahyukan) kepada keluarga katolik ini. Hidup mereka terbuka untuk semakin “dirasuki” oleh kehadiran Tuhan Yesus sama seperti yang dialami oleh Paulus.
Oleh karena itu, pertobatan dan perbuatan baik bagi keluarga katolik tipe keempat dapat menjadi model bagi persiapan menyambut kedatangan Yesus kembali, yaitu kedatangan pada peringatan kelahiranNya di masa natal maupun kedatanganNya kembali di akhir jaman. Dalam menyongsong hari depannya, keluarga katolik seperti itu terbuka untuk dipengaruhi oleh Roh Kudus dan api cinta Kristus secara terus-menerus. Hidupnya bukan sekedar dibersihkan untuk siap menerima Yesus, tetapi hidupnya disediakan untuk dipakai olehNya menjadi pembersih yang menyucikan segala perbuatannya dan menyucikan pula hubungan dengan sesamanya. Pertobatan dan perbuatan baiknya menjadi jalan bagi Tuhan yang hendak menyatakan diriNya (mewahyukan dan merasuki) kepada semua orang. Hanya dengan cara itu manusia diselamatkan.


Keluarga Katolik : Bertumbuh dalam Iman dan Kedewasaan
Renungan Adven 2008 Minggu Kedua
Kamis 11 Desember 2008 – Suka-duka Keluarga Katolik
Yohanes 15: 1-17 dan Efesus 5: 22-33 (bdk: Efesus 4: 17-19)
Sejak minggu pertama adven, umat keluarga katolik telah merenungkan pertobatan dan perbuatan baik sebagai buah pertobatan. Hidup keluarga katolik diyakini menjadi tempat Yesus menyatakan DiriNya kepada setiap anggota keluarga katolik itu. Menyatakan Diri berarti mewahyukan atau memberikan hidupNya secara khusus kepada setiap orang didalam keluarga katolik itu. Pertobatan dan perbuatan baik masing-masing anggota keluarga diarahkan atau disediakan untuk menjadi jalan penebusan bagi orang-orang disekitar mereka.
Dalam bagi-rasa dan tukar pengalaman di minggu kedua adven 2008, umat keluarga katolik mengungkapkan suka-dukanya satu sama lain, terutama suka-duka sebagai keluarga katolik dalam menjalani masa persiapan natal kali ini. Kerinduan untuk menjadikan keluarga katolik sebagai jalan penebusan seperti yang dirasakan pada renungan adven minggu pertama ternyata mengalami banyak kendala didalam kehidupan intern keluarga masing-masing. Berikut ini rekaman bagi-rasa dan renungan minggu kedua adven yang menjelaskan tantangan-tantangan berat yang dihadapi:
§ Relasi suami-istri-anak mengalami kerancuan dan kesenjangan dalam hal: keterbukaan hubungan antar pribadi yang kaku dan kurang peduli; frekuensi dan kualitas relasi/komunikasi yang merosot oleh karena berbagai sebab dan alasan; jalinan kasih-sayang dan kerukunan yang tidak semakin kokoh; kesetiaan suami/istri kepada pasangannya yang mengalami banyak ujian; kesediaan berkorban dari suami/istri bagi pasangannya yang kurang nyata; kecemburuan dari suami/istri terhadap pasangannya semakin tidak berasalasan, dominasi suami/istri atas pasangannya yang tidak menghargai martabat sebagai sesama sahabat; sikap dan tindak kekerasan suami/istri terhadap pasangannya dan anak-anak yang tidak mencerminkan kelembutan cinta-kasih kristiani;
§ doa bersama yang semakin tidak mudah untuk disepakati dan dilaksanakan dalam kehidupan keluarga katolik sehari-hari, yaitu: tatacara dan praktik doa bersama yang tidak terkembang dengan baik di keluarga, keseimbangan antara doa pribadi dan doa bersama yang tidak jelas, sentuhan affeksi dan relasi pribadi dengan Tuhan yang kering dan menjadi terpisah dari pengalaman doa, ketiadaan perkembangan kepekaan dalam diskresi hidup rohani atau dalam pembedaan roh serta dinamika rohani, semakin tidak mengerti atau kurang memahami keterkaitan hidup rohani pribadi dan keluarga dalam hubungannya dengan berbagai tradisi devosi dan lingkaran hidup liturgi gereja;
§ ekonomi rumah-tangga menjadi semakin tidak menentu, khususnya kemampuan mengelola-manajemen ekonomi rumah tangga yang semakin tidak berdaya karena situasi ekonomi yang semakin sulit, keterbatasan penghasilan, kesulitan lapangan kerja, beban hutang, pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan yang semakin sulit, biaya kesehatan yang semakin mahal, biaya pendidikan anak yang tidak memiliki sumber dana cukup, asuransi hari tua yang tidak menentu, pengadaan dan perawatan rumah tinggal yang masih serba terbatas, biaya sosialisasi lingkungan masyarakat yang semakin aneh-aneh dan mahal.
Dan masih banyak hal-hal lain yang “cukup pusing” untuk dipikirkan atau direnungkan oleh keluarga katolik. Apalagi jika permenungan dan penyelesaian persoalannya dilakukan sendiri-sendiri. Sehingga, masing-masing anggota keluarga katolik didalam keluarganya sendiri berjalan sendiri-sendiri dan menjadi semakin asing satu sama lain. Persoalan-persoalan lain yang “cukup memusingkan” itu meliputi:
ú penghayatan iman bersama (penguatan penghayatan iman sesama anggota keluarga, hidup liturgi, penghayatan sakramen-sakramen, pengembangan pribadi dan spiritualitas keluarga)
ú menghormati kehidupan (masalah kehamilan diluar kehendak dan masalah aborsi, perlakuan adil kesetaraan gender, arus global, sekularisme, konsumerisme, pergaulan bebas dan seksualitas – pornografi-pornoaksi)
ú pendidikan kristiani dalam keluarga (kebiasaan refleksi, penghargaan kepada sumber-sumber pustaka dan pemahaman iman serta tradisi gereja, pendalaman ajaran gereja-moral-hukum kanonik-berbagai praktik hidup religius dan hidup bakti katolik, dukungan keterlibatan dalam jemaat lingkungan-wilayah-paroki, spiritualitas katolik dalam karir dan profesi anggota keluarga)
Keluarga katolik nampaknya membutuhkan motivasi iman yang kuat agar mampu menghadapi banyak hal yang memusingkan tersebut di atas. Dari rekaman bagi rasa dan tukar pengalaman selama renungan adven minggu kedua terungkap bahwa umat keluarga katolik merindukan pengalaman “sentuhan campur tangan Tuhan.” Pengalaman serupa itu perlu dicermati agar perjalanan keluarga katolik tetap fokus ke arah penyambutan kedatangan Yesus di hari natal dan penyambutan kedatanganNya kembali di akhir jaman. Pengalaman serupa itu perlu juga diperdalam dan diperkokoh dengan akar-akar pengalaman iman yang jernih.
Tidak ada alasan apapun yang bisa menjadikan keluarga katolik tercerai-berai atau menjadi berantakan. Karena dengan babtisan yang diterima oleh masing-masing anggota keluarga katolik, mereka dipersatukan dalam hidup Yesus dalam pokok anggur yang benar (Yohanes 15: 1-5). Persatuan suami-istri dan anak-anak dalam keluarga dikokohkan oleh Yesus sebagai panggilan untuk saling mengasihi (Yohanes 15: 12). Masing-masing anggota keluarga itu dipilih dan ditetapkan oleh Yesus untuk hidup bersatu denganNya dan menghasilkan buah atau perbuatan baik yang menyejahterakan keluarga (Yohanes 15: 16). Persatuan seperti itu mewujudkan persekutuan murid-murid Yesus didalam komunitas kecil keluarga katolik. Dengan menghasilkan buah banyak sebagai murid-muridNya maka persekutuan komunitas itu sekaligus memuliakan Allah Bapa (Yohanes 15: 8). Keluarga katolik seharusnya tidak pernah berantakan, tetapi justru sebaliknya menghasilkan buah banyak bagi keluarga sendiri dan bagi sesama disekitarnya.
Mengapa pada kenyataannya goyangan dan benturan hidup ini justru meresahkan keluarga katolik? Jawabannya sangat sederhana tetapi sangat berat untuk dipulihkan, yaitu “karena daya cinta yang saling mengasihi telah menjadi lemah” atau tidak kokoh. Padahal masing-masing anggota keluarga katolik telah ditebus dengan cinta Yesus yang sangat kuat dan penuh daya, yaitu Dia telah “menyerahkan hidupNya bagi sahabat-sahabatNya” (Yohanes 15: 13). Keresahan tanpa-daya yang dialami oleh keluarga katolik nampaknya disebabkan oleh melemahnya pengalaman persahabatan pribadi mereka dengan Yesus. Seharusnya masing-masing anggota keluarga sangat akrab bersahabat dengan Yesus. Bermodal pengalaman persahabatan pribadi seperti itu, maka masing-masing anggota dapat semakin mampu untuk saling mengasihi dan menghasilkan buah banyak atau perbuatan baik. Jika semua itu terjadi, maka keluarga katolik tak perlu cemas akan kekurangan apapun. Sebaliknya, mereka justru selalu mampu menatap kedepan dengan penuh kepastian, karena “apa yang kamu minta atau kamu kehendaki akan diberikan” (Yohanes 15: 7 dan 16). Tetapi untuk itu ada syarat yang harus dipenuhi “Kasihilah seorang akan yang lain (Yohanes 15:17).
Santo Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Efesus juga memberikan penegasan bahwa “penyerahan diri Yesus bagi jemaat telah mendatangkan rahmat pengudusan” (Efesus 5: 25-26). Cinta suami-istri dalam keluarga katolik dikokohkan oleh Yesus untuk mengalami pengudusan itu dan menjadi jemaat yang tidak bercela (Efesus 5: 27). Yang harus dilakukan oleh keluarga katolik dalam persiapan natal dan untuk penyambutan Yesus di akhir jaman adalah “memulihkan daya cinta kasih Yesus dalam kehidupan keluarga sehari-hari.” Paulus menasihati dengan tegas dan jelas agar umatnya meninggalkan cara hidup lama dan kini menjadi manusia baru sebagai berikut: “Sebab itu kukatakan dan kutegaskan kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuannya dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran” (Efesus 4: 17-19).
Dasar-dasar hidup suami-istri dalam keluarga katolik harus diperkokoh dengan kasih Kristus. Di situ model Kristus yang mengasihi umatNya harus diwujudkan menjadi cinta kasih suami-istri dan anak-anak yang saling mengasihi. Model kasih Kristus itu menyarankan agar satu sama lain dari anggota keluarga saling mengorbankan diri untuk membantu satu sama lain, sehingga masing-masing anggota semakin bersahabat dengan Yesus dan menjadi kokoh-kuat di tengah-tengah perubahan jaman yang semakin dahsyat saat ini. Jika keluarga katolik masih tersendat-sendat untuk bertobat atau masih tercabik-cabik untuk berbuat baik, maka keadaan itu tidak boleh membuat mereka berhenti memohon rahmat pengudusan dari Yesus terus-menerus. Mohonlah pula kesempatan untuk mengalami secara mendalam persahabatan pribadi denganNya. Mohonlah kekuatan untuk saling mengasihi di dalam keluarga katolik. Bagaimanakah persahabatan pribadi dengan Yesus dapat berpengaruh terhadap hubungan saling mengasihi dalam keluarga? Daya hidup dan penggerak kebangkitan iman macam apakah yang bisa diperkokoh di sana? Jawabannya terdapat pada refleksi yang mencermati kembali tantangan-tantangan tersebut di atas sambil merenungkannya menurut variasi kedalaman cinta persahabatan dengan Yesus pribadi. Amin.


Keluarga Katolik : Bertumbuh dalam Iman dan Kedewasaan
Renungan Adven 2008 Minggu Ketiga
Kamis 18 Desember 2008 – Pertobatan dan Perbuatan Baik Keluarga Katolik di Lingkungannya dan di Masyarakat sekitar
Yohanes 17: 1-26 dan 1 Korintus 12: 12-31
Sejak minggu pertama adven 2008, umat keluarga katolik merenungkan pertobatan dan perbuatan baik sebagai orang katolik. Masing-masing anggota keluarga diajak untuk mengarahkan dan menyediakan tindakan tobat serta perbuatan baiknya sebagai tanda bahwa mereka adalah murid-murid Yesus. Mereka menggambarkan dirinya menjadi empat tipe keluarga katolik (dalam tobat dan perbuatan baik), yaitu dari tipe yang sangat terpuruk sampai ke tipe yang utuh-total meneladan hidup Yesus.
Saat berbagi-rasa dan tukar pengalaman di minggu kedua adven 2008, umat keluarga katolik mengungkapkan suka-dukanya satu sama lain, terutama menyangkut kerinduannya untuk menjadikan keluarga katolik sebagai jalan penebusan bagi anggota keluarga satu sama lain. Pertumbuhan pengalaman masing-masing anggota keluarga dalam persahabatan pribadi dengan Yesus diharapkan dapat memberi daya pulih untuk “saling mengasihi” didalam keluarga. Pertumbuhan saling mengasihi itu diharapkan juga dapat memperkokoh keluarga katolik ketika menjalani kehidupan dan tantangan yang ada, antara lain:
§ Relasi (hubungan personal) suami-istri-anak yang mengalami kerancuan dan kesenjangan
§ Doa bersama yang semakin tidak mudah untuk disepakati dan sukar dilaksanakan dalam kehidupan keluarga katolik sehari-hari
§ Ekonomi rumah-tangga yang menjadi semakin tidak menentu dalam krisis ekonomi negara dan dunia saat ini
§ Dan masih banyak hal-hal lain yang “cukup pusing” untuk dipikirkan atau direnungkan oleh keluarga katolik, antara lain: penghayatan iman bersama, menghormati kehidupan, dan pendidikan kristiani dalam keluarga
Pada renungan dan bagi-rasa pengalaman iman minggu ketiga adven 2008, umat keluarga katolik menengok keterlibatannya di Lingkungan sekitarnya. Apakah tobat dan perbuatan baik selama ini telah menjelmakan buah-buah berharga bagi umat lingkungan serta lingkungan masyarakat sekitar? Pengaruh macam apakah yang dihasilkan oleh keluarga katolik sebagai “jemaat Kristus atau gereja yang bersatu dalam tubuh Kristus” terhadap lingkugan umat katolik yang lebih luas dan masyarakat sekitar? Apakah keterlibatannya di lingkungan, di paroki, dan di masyarakat sekitar biasa-biasa saja, atau tidak ada bedanya dalam setiap persiapan natal dan dalam persiapan penyambutan kedatangan Yesus kembali sampai akhir jaman?
Rekaman bagi-rasa dan renungan bersama menunjukkan bahwa masing-masing kita sebagai “anggota dalam tubuh Kristus” tidak cukup hanya menyadari tempat masing-masing, sekadar memuaskan kebutuhan satu sama lain, dan sekadar memberi kesempatan untuk menunjukkan peranan masing-masing didalam hidup bersama. Aneh rasanya jika kebersamaan dihayati sekadarnya, layaknya bagian-bagian atau organ-organ tubuh atau organ tumbuh-tumbuhan yang secara organik bersatu dan menghasilkan buah begitu saja. Seolah semua berjalan otomatis, sehingga daya tumbuh yang ada di sana tidak dicermati dan tidak dihayati secara mendalam. Apakah semuanya harus berjalan secara sistematik, serba teratur atau asal teratur atau serasi. Apapun namanya itu semua, perjalanan hidup keluarga keluarga katolik tentu tidak sekadar jalan di tempat tanpa menyadari kekuatan kasih yang memberi daya hidup di sana.
Ketika membaca dan merenungkan nasihat Santo Paulus dalam suratnya kepada Jemaat Korintus (1 Kor 12: 12-31) umat keluarga katolik tersentak: “Keutuhan, kekompakan, dan kesatuan keluarga harus menjadi dorongan untuk menjadikan siapapun semakin giat berlomba harta rohani.” Paulus mengatakan: “Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi” (1 Kor 12: 31 bdk 1 Kor 13: 1-13), yaitu setiap orang tanpa kecuali diminta untuk hidup dalam Kasih. Hal itu dikatakan Paulus setelah beliau membicarakan kesatuan dan persatuan hidup jemaat sebagai satu tubuh didalam Kristus seperti yang disampaikannya kepada jemaat Korintus di atas.
Pengaruh kasih macam apakah yang hidup diantara keluarga katolik di lingkungan dan di masyarakat sekitar menjelang natal 2008 dan seterusnya sampai kedatangan Yesus kembali di akhir jaman? Kali ini gambaran kasih yang seharusnya berpengaruh dari keluarga katolik untuk lingkungannya dan masyarakat sekitar diarahkan kepada renungan kasih yang maha dahsyat sebagaimana dirasakan oleh Yesus dalam doa-Nya untuk murid-murid-Nya (Yohanes 17: 20-26). Keluarga katolik tidak hanya boleh bangga menerima kasih Kristus yang mempersatukan mereka satu sama lain dan mempersatukan mereka dengan Bapa-Nya di surga (Yohanes 17: 1-20), tetapi membagikan daya kasih itu kepada siapapun mereka bersaksi atau kepada siapapun yang disentuh oleh kasih kristiani keluarga katolik. Jadi, seharusnya daya rohani doa Yesus itu melimpah kemanapun dan dimanapun atau dalam peran apapun yang melibatkan keluarga katolik untuk melakukan pertobatan dan perbuatan baik dilingkungannya dan di masyarakat sekitar. Lalu, daya rohani doa Yesus macam apakah itu?
Renungan kutipan injil Yohanes di atas perlu dijiwai kembali di masa persiapan natal 2008 dan di masa penantian kedatangan Yesus kembali di akhir jaman. Daya rohani doa Yesus itu telah mengubah kenyataan hidup keluarga katolik menjadi perjalanan dalam satu nafas kehidupan Yesus. Perjalanan keluarga katolik dilingkungannya dan dimasyarakat sekitar seharusnya diarahkan menjadi hidup menuju ke kehidupan kekal seperti diungkapkan Yesus dalam doaNya: “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau. Sama seperti Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yang hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepada-Nya. Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17: 1-3). Daya rohani itu telah menjadikan keluarga katolik “sama seperti Yesus” yang utuh bersatu dengan Allah Bapa. Keluarga katolik seharusnya rela untuk lahir dan hidup hina-dina sampai di kayu salib, dan mati bersama Yesus selama-lamanya. Karena dalam perjalanan hidup seperti itu keluarga katolik telah menjalani hidup kekal sejak saat dibabtis dan sepanjang hidupnya, artinya:
§ Hidup keluarga katolik adalah milik Allah, yang harus disyukuri dan dipersembahkan kembali kepada Allah Bapa melalui persembahan Yesus (Yohanes 17: 6-11).
§ Menyerahkan hidup ini sepenuhnya kepada pemeliharaan Allah dengan menghayati hidup Yesus sepenuhnya (Yohanes 17: 12-14)
§ Menghayati pertobatan total untuk dikuduskan oleh Allah Bapa melalui Yesus Kristus (Yohanes 17: 15-17)
§ Menyediakan diri untuk diutus sebagai berkat pengudusan di dunia sekitarnya (lingkungan, masyarakat, kegaitan studi, dan pekerjaan) dengan kekuatan kasih (Yohanes 17: 20-23)
§ Merasakan bahwa dalam segala hal selalu bersatu dengan Yesus dan dengan gembira memandangi kemuliaan Yesus yang telah diberikan (disediakan senantiasa) oleh Allah Bapa untuk mereka juga (Yohanes 17: 24-26).
Dalam kemiskinan, kekurangan, kesakitan, ketidakberdayaan apapun keluarga katolik berbagi suasana daya rohani dari doa Yesus tersebut di atas. Apalagi jika keluarga katolik memiliki harta kekayaan, kesehatan, kesuksesan, dan semua yang megah dan mewah sekalipun tidak luput untuk tunduk kearah hidup kekal yang diberikan dan dijanjikan Yesus seperti diungkapkan dalam doa-Nya yang dahsyat itu. Apalah artinya memiliki segalanya jika kehilangan kedahsyatan daya rohani doa Yesus itu, yaitu doa dan kasih-Nya. Betapa indah dan nyaman hidup didalam kasih Bapa dan dalam persatuan dengan Yesus dan Roh Kudus sepanjang masa. Apa yang terjadi pada umat keluarga katolik jika suasana daya rohani dari doa Yesus itu merasuki kehidupan sehari-hari mereka?


Keluarga Katolik : Bertumbuh dalam Iman dan Kedewasaan
Renungan Adven 2008 Minggu Keempat
Sabtu 20 Desember 2008 – Menjadi sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna
Matius 5: 43-48 dan Galatia 6: 2-11
Masa penantian umat keluarga katolik nampaknya sedang mencari bentuk seperti digambarkan dalam rekaman bagi-rasa dan renungan pada minggu pertama sampai minggu ketiga. Tobat dan berbuat baik merupakan konsekuensi babtisan sebagai murid-murid Yesus. Buah pertobatan dan kebaikan diwujudkan dalam kehidupan keluarga yang saling mengasihi satu sama lain di masing-masing keluarga inti katolik. Saling mengasihi itu dilakukan karena masing-masing anggota keluarga menyadari panggilannya untuk mendorong satu sama lain dalam mengembangkan persahabatan-nya pribadi masing-masing dengan Yesus. Selanjutnya, buah pertobatan dan kebaikan juga ditularkan ke lingkungan dan masyarakat sekitar yang lebih luas. Agar dengan berbagi dan menularkan itu Yesus yang mengasihi dapat dirasakan oleh semua orang. Keselamatan dan penebusan disebarluaskan agar semua merasakan keagungan kerajaan Allah. Masa penantian menuju natal dan penyambutan kedatangan Yesus kembali pada akhir jaman harus diisi dengan latihan-latihan rohani melalui pertobatan dan perbuatan baik dalam hidupnya sendiri, dalam keluarga, lingkungan, dan masyarakat sekitar. Selalu saja muncul pertanyaan: Apa ukuran sukses dalam latihan-latihan rohani di masa penantian seperti itu?
Ukuran sukses penantian natal dan kedatangan Yesus di akhir jaman, pada bagi-rasa dan renungan adven keempat kali ini, digambarkan sebagai ‘hidup sempurna tanpa cacat dihadapan Allah.’ Jika gambaran sukses dalam masa penantian kedatangan Yesus di hari natal dan di akhir jaman diukur dengan standar kesempurnaan seperti Allah Bapa di sorga sempurna adanya, maka yang dimaksudkan di situ adalah pemenuhan dan perwujudan sabda Yesus dalam “khotbah di bukit” untuk kehidupan umat keluarga katolik sehari-hari (Matius pasal 5-7). Namun, paparan khotbah itu tidak boleh dipahami sebagai aturan yang beku dan kaku. Paparan khotbah itu juga tidak boleh dilonggarkan begitu saja. Tidak longgar dan tidak ketat, sementara itu suam-suam kuku atau sekedar hangat saja juga tidak boleh. Gambaran menjadi keluarga katolik yang rindu akan Yesus di hari natal dan di akhir jaman harus diwujudkan menjadi gambaran totalitas hidup umat keluarga katolik dalam menghayati perjalanan panggilannya menjadi murid-murid Yesus.
Pengalaman hidup miskin, duka cita, lemah-lembut, lapar dan haus, murah hati, suci hati, pendamai atau pembawa damai, teraniaya oleh sebab kebenaran, dianiaya-dicela –difitnah karena Yesus, semua pengalaman itu dalam masa penantian natal dan akhir jaman harus dihayati sebagai pengalaman rohani yang total atau menyeluruh (Matius 5: 3-12). Didalam pengalaman seperti itu kehadiran dan keterlibatan Yesus disambut dengan penuh keterbukaan agar hidup umat keluarga katolik diwarnai, dipengaruhi, dijiwai dan diberkati oleh cinta kasih Yesus. Kehadiran dan keterlibatan Yesus dalam hidup keluarga katolik tidak terjadi otomatis, tetapi keluarga katolik harus memulainya terus-menerus dan berusaha tanpa henti. Jangan biarkan hidupmu hambar seperti garam yang kehilangan rasanya. Yesus sendiri menegaskan “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Matius 5: 15). Kerelaan atau kesediaan umat keluarga katolik untuk mengalami butir-butir pengalaman rohani dari khotbah di bukit itu akan menghasilkan daya rohani cinta kasih Yesus, yaitu “umat keluarga katolik memiliki kehangatan hidup yang dapat memberi terang kepada siapapun disekitarnya.” Daya terang itu akan mampu menghalau kegelapan perjalanan hidup ini. Didalam kehangatan dan terang kristiani itu Yesus hadir dan terlibat, dan umat keluarga katolik selalu tanggap dan menyambut. Yesus menjadi pemenuhan yang menggenapi semua hal dari hukum taurat (Matius 5: 17-20). Kehangatan daya rohani kehadiran dan keterlibatan Yesus yang disambut oleh umat keluarga katolik akan nampak dalam beberapa keutamaan dan gejala persekutuan batin-rohani dengan Allah di sorga sebagai berikut:
  • Umat menjadi pembawa damai, yang jauh dari pembunuhan dan kemarahan (Matius 5: 21-26)
  • Hidup menjadi suci, yang jauh dari dosa percabulan atau kemunafikan (Matius 5: 27-30)
  • Orang menjadi jujur dan lugas (jika ya katakan ya dan jika tidak katakan tidak), yang menjadi jauh atau bebas dari kepalsuan atau tipu daya (Matius 5: 38-42)
  • Bahkan umat keluarga katolik mengampuni dan mencintai musuhnya (Matius 5: 43-48).
Umat keluarga katolik dituntut oleh totalitas atau keutuhan dan kesungguhan tobat dan perbuatan baik tersebut di atas. Tentu saja mereka menjalani masa penantian natal dan penyambutan kedatangan Yesus kembali di akhir jaman dengan sedikit ragu bercampur bingung. Macam apa pula hidup untuk memenuhi tuntutan seperti itu? Bukankah jaman sekarang ini segala sesuatu bisa di atur atau bilamana perlu bisa dibeli atau diperdayai? Sikap dan kecenderungan seperti itu menjadi racun yang membahayakan. Santo Paulus dalam suratnya kepada umat Galatia mengatakan: “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Galatia 6: 9). Racun kehidupan, godaan dan percobaan ada disekitar hidup umat keluarga katolik. Paulus menganjurkan agar setiap orang menjaga diri sendiri dan saling tolong menolong di tengah-tengah situasi yang membahayakan iman itu (Galatia 6: 2-8). Gambaran kesempurnaan seperti Allah Bapa yang di sorga adalah sempurna merupakan arahan dan dukungan yang seharusnya memberikan daya tarik kuat bagi umat keluarga katolik untuk terus berjalan menuju ke hidup kekal. Ada sedikit patokan atau norma umum yang diberikan oleh Paulus, yaitu “selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Galatia 6: 10). Kesempatan yang dimaksud di situ adalah keadaan kita dengan semampu kita, yang sekaligus dengan keadaan yang seadanya kita tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengalami persahabatan dengan Yesus dalam kebersamaan dan dalam cinta kasih kepada sesama kita. Amin.

Pelangi Kebangkitan

Renungan Paskah 2007 Lingkungan Filipus I, V, dan VI Perum Wiguna, Gereja Roh Kudus,  Surabaya,  5 Mei 2007
“Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit”  (Luk 24: 5-6)  
Lalu, dimanakah Dia dan untuk apa itu semua terjadi, khususnya untuk Umat Lingkungan Filipus I, V, dan VI tahun 2007 dan tahun-tahun yang akan datang?
Peristiwa Paskah atau Kebangkitan Tuhan Yesus melibatkan sejumlah kejadian penting:
1.       Fakta Historis dan Transcendental. Maria Magdalena (dan murid-murid lainnya) mendapati bahwa kubur tempat Yesus dimakamkan telah kosong. Penginjil Yohanes mewartakan bahwa “Pada hari pertama Minggu itu, pagi-pagi  benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur  (Yoh 20:1)” Di situ Maria berjumpa dua malaikat yang mengatakan: “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit  (Luk 24: 5-6 bdk. Yoh 20:13) “  Selanjutnya, Yesus menampakkan DiriNya kepada Maria, sehingga “Maria berpaling dan berkata kepadaNya ….Rabuni, artinya Guru (Yoh 20: 15-16).
Kejadian makam Yesus yang telah kosong, perjumpaan Maria dengan Yesus di sana, dan selanjutnya peristiwa yang dialami Petrus dan Yohanes dimakam yang kosong, semua itu merupa-kan tahapan awal dari pengakuan iman mengenai kebangkitan Yesus (Luk 24: 3, 12, 22-23 bdk Joh 20: 2, 6, 8). Makam Yesus yang kosong memang belum seutuhnya membuktikan kebangkitanNya. Tetapi kejadian itu bersama rangkaian peristiwa lain-lain disekitar Yesus sesudah makam kosong itu menunjukkan bahwa kebangkitan Yesus sekali-gus merupakan peristiwa histo-ris atau sejarah dan peristiwa transcendental (yang mengatasi ruang-waktu). Sehingga, tentang kebangkitan Yesus harus dimaknakan secara utuh mulai dari sengsaraNya, kematian, makam kosong, dan macam-macam penampakkanNya. Peristiwa kebangkitan menjadi  bagian dari rangkaian sejarah hidup Yesus (historis), yang sekaligus menjadi peristiwa kehadiranNya yang unik dan abadi (transcenden) sejak Paskah KebangkitanNya itu.
2.  Penampakan Pertama dan Pewartaan Kebangkitan. Kejadian lain disekitar kebangkitan Yesus adalah penampakkanNya perta-makali sebagaimana dialami oleh Maria Magdalena dengan makna khusus (Mark 16:1; Luk 24:1; Joh 19:31, 42). Penampakan itu merupakan kehadiran Yesus secara unik-abadi, yang serentak mengi-ngatkan Maria akan Rabuni – Yesus sang Guru yang dikenalnya semasa hidupNya. Sekaligus, bertolak dari peristiwa itu pula, Maria tergerak-terpanggil untuk bergegas menjadi pewarta tentang kebangkitan Yesus, karena ia mewartakannya untuk pertamakali kepada para murid Yesus yang lain (Luk 24: 9-10; Mat 28: 9-10; Yoh 20:11-18). Pengalaman Maria akan kebangkitan Yesus dan PenampakanNya sekaligus menjadi peng-alaman pewartaan. Apa yang Maria alami tidak membuatnya terdiam tetapi  ia mewartakannya kepada mereka yang “pernah kehilangan Yesus” dan kepada mereka “yang masih rindu akan Dia.”
Selanjutnya, penampakan Yesus berturut-turut terjadi dihadapan Petrus dan sebelas murid lainnya. Bahkan ditengah-tengah rangkaian penampakkan itu, Petrus dipanggil Yesus untuk meneguhkan iman saudara-saudaranya (1 Kor 15:5; Luk 22: 31-32). Karena kesaksian Petrus itu pula, maka komunitas murid-murid Yesus  menyatakan peneguhan iman diantara sesama pengikut Yesus: “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon “ (Luk 24: 34, 36).
3.       Panggilan membangun Gereja Perdana. Peristiwa Kebangkitan Yesus juga melibatkan murid-muridNya agar menjawab pang-gilan, yaitu “untuk mengasihiNya dan menggembalakan domba-dombaNya”  (Yoh 21: 1-17) dan “mengikutiNya” (Yoh 21: 19). Petrus dan sebelas rasul atau murid-murid lainnya mengalami kebangkitan Yesus sebagai peristiwa keterlibatan mereka dalam pembentukan gereja purba atau gereja perdana. Kepemimpinan komunitas kristiani pada awal mula dipercayakan oleh Yesus kepada mereka. Sementara itu, pengikut Yesus yang bertumbuh bersama gereja perdana itu juga mengalami kehadiran Yesus kembali, yaitu Yesus yang sama seperti yang pernah mereka kenal selama itu, dan kini hadir kembali ditengah-tengah mereka dengan kemuliaanNya (Mat 28: 9, 16-17; Luk 24: 15, 36; Yoh 20: 14, 17, 19, 26; 21: 4). PenampakanNya ditengah para pengikutNya menegaskan bahwa kehadiranNya kembali bukan untuk dunia pada umumnya tetapi bagi mereka yang telah bersamaNya selama ini sejak di Jerusalem dan yang menjadi saksi kebangkitanNya bagi banyak orang (Kis 13: 31; cf. Yoh 14: 22).
4.       Karya besar Allah Tritunggal Mahakudus. Kebangkitan Yesus merupakan sebuah karya besar yang melibatkan Allah Tritunggal Ma-hakudus (Rom 1: 3-4; cf. Kis 2: 24). Ketika Allah Bapa membangkitkan Kristus PuteraNya, di situ Allah Bapa melibatkan kuasaNya kedalam kemanusiaan Yesus; selanjutnya mengubah kemanusiaan itu untuk masuk kembali kepada kemuliaan Tritunggal Allah Mahakudus. Kuasa Allah dalam karya Roh Kudus telah menghidupkan Yesus dari mati dan mengangkatNya kepada (keabadian) keAllahan (Cf. Rom 6: 4; 2 Kor 13: 4; Fil 3: 10; Ef 1: 19-22; Ibr 7:16).
Makna Keselamatan yang diberikan oleh Kebangkitan Yesus dimengerti sebagai berikut:
1.       Kebenaran dan Ajaran Iman. Kebangkitan Yesus mengesahkan kebenaran karya dan ajaranNya selama ini. Sehingga, janji-janji dari perjanjian lama dan janjiNya semasa hidup terpenuhi dalam kenyataan kematian dan kebangkitanNya (Mat 28: 6; Kark 16: 7; Luk 24: 6-7, 26-27, 44-48; cf. 1 Kor 15: 3-4). Dari situ tercermin sifat Keillahian Yesus yang bersinar dari peristiwa kebangkitanNya (Yoh 8: 28-29 bdk Maz 2: 7 dan Kis 13: 32-33); yaitu, sifat keillahian yang diwujudkan dalam penjelmaanNya sebagai Putera Allah dan dalam pemenuhanNya sesuai rencana Allah.
2.       Penghapusan Dosa dan Pembuka Pintu Hidup Baru. Misteri Paskah atau Kebangkitan Yesus memuat dua aspek penting, yaitu: dengan kematianNya, Kristus telah membebaskan manusia dari dosa; dan dengan kebangkitanNya, Dia telah membuka jalan kepada suatu kehidupan baru bagi manusia (Rom 6: 4; cf. 4: 25). Sehigga, manusia juga menerima berkat untuk menga-tasi kematian akibat dosa, dan, sekaligus berpartisipasi dalam rahmat Allah (Cf. Ef 2: 4-5; 1 Petr 1: 13). Dengan itu semua, umat yang beriman kepadaNya boleh menjadi saudara Yesus secara utuh (Mat 28: 10; Yoh 20: 17) atau mengalami persaudaraan kekal denganNya berkat rahmat Allah, yang memungkinkan manusia berbagi kehidupan Yesus Putera Allah.
3.       Harapan Hidup Kekal. Kebangkitan Yesus menjadi harapan akan kebangkitan manusia di masa datang (1 Kor 15: 20-22). Umat yang beriman kepadaNya merindukan harapan itu. Sehingga, harapan itu seharusnya mewarnai hidup umat saat ini agar tidak hidup untuk diri mereka sendiri, tetapi hidup bagiNya yang akan membangkitkan manusia (2 Kor 5: 15; cf. Kol 3: 1-3). Oleh karena itu, ukuran atau standar sukses pencapaian hidup kristiani harus berakar secara  mendalam di sekitar harapan hidup kekal itu. Segala sesuatu yang dimiliki di sini dan yang dikerjakan di dunia ini dijiwai oleh kerinduan untuk mempersembahkan sesuatu yang paling berharga kepada Yesus dalam kehidupan kekal kelak.
Lalu, dimanakah Dia dan untuk apa itu semua terjadi, khususnya untuk Umat Lingkungan Filipus I, V, dan VI  di tahun 2007 dan yang akan datang?
1.       Yang pertama, ketika umat beriman hendak ikut menyelami misteri paskah, mereka harus memiliki disposisi batin atau keadaan siap-hidup rohani seperti para murid menjelang saat-saat sengsara dan kematian Yesus. Pelangi hidupnya harus diuji “apakah memiliki warna khusus, seperti Maria Magdalena atau murid-murid lainnya?” Bahkan pelangi itu ditelusur ulang dari kehidupannya selama ini. Warna hidup macam apakah yang menonjol berpengaruh sampai saat ini? Adakah warna pelangi itu punya nama atau profil-peranan yang unik disekitar peristiwa sengsara, kematian, dan kebangkitan Yesus?
2.       Yang kedua, nama dari warna pelangi hidup atau profil-peranan umat selanjutnya dicermati dengan melihat perbandingan antara gambar Yesus (Tuhan Yesus sebagaimana digambarkan) dan gambar diri sendiri. Apa yang terjadi dalam hubungan timbal-balik dua gambar diri itu?
3.       Yang ketiga, perlu kiranya umat mencermati pasang-surut warna hidupnya selama ini dengan membuat perbandingan antara semangat hidup Yesus (yang diyakini selama ini) dan semangat hidup umat sehari-hari saat ini; apakah sesuai atau bertentangan satu sama lain? Bagaimanakah konflik atau pertentangan itu diatasi dengan semangat paskah?
4.       Yang terakhir, pelangi umat direnungkan dalam kebersamaan komunitas di lingkungan. Apakah kebersamaan umat selama ini telah terkembang seperti gereja purba/perdana yang senantiasa berkumpul dan berdoa disekitar perjamuan? Dalam kebersamaan itu seharusnya terkembang  pula panggilan-panggilan unik sesuai warna pelangi umat masing-masing. Yang satu saling mewartakan rahasia kebangkitan Tuhan Yesus baginya dan bagi sesama-nya yang lain.
Mengiringi renungan pelangi ke-bangkitan umat Lingkungan Filipus I, V, dan VI tersebut di atas, saat ini telah dibagikan telur paskah yang sederhana untuk masing-masing umat. Oleh karena sebuah telur melambangkan kelahiran seekor anak unggas, maka umat Filipus tersebut di atas hendak menggali makna kelahiran kembali imannya berdasar pengalaman rahasia paskah tahun 2007 dan tahun-tahun yang akan datang untuk dirinya dan untuk kebersamaan umat semua. Apakah setiap hari dalam kegiatan kita dapat menelurkan warna kebangkitan baru terus menerus?
Tes warna pelangi sebagai bentuk mawas-diri dapat dipakai untuk titik tolak renungan. Masing-masing umat akan menyimpulkan warna paling menonjol untuk dirinya. Tetapi, ketika melakukan pemilihan warna menonjol itu, umat tidak serta-merta harus menerima apa yang ada, tetapi boleh saja memilih apa mau jadinya. Antara apa yang ada dan apa jadinya perlu diperjelas dengan alasan pilihannya. Semakin alasan pilihan itu mendekati kerinduan untuk mengalami misteri paskah – kebangkitan Yesus, maka warna pelangi akan menjadi semangat hidup rohani yang menjiwai panggilan pembabtisannya.

Notes
Sumber renungan:
Geoffrey Chapman. 1994. Cathechism of The Catholic Church. A Cassel imprint Villiers House, London.
Ice breaker games warna Pelangi dari:
Gary Kroehnert. 2004. 102 Extra Training Games. The McGraw-Hill Book Company, NSW, Australia.