Menjadi lelaki Sederhana itu
enak. Posisi yang begitu strategis dalam hidup ini. Mempunyai anak
laki-laki menjadi sebuah kebahagian dalam sebuah keluarga pada komunitas
tertentu. Laki-laki mempunyai harga mahal pada suku tertentu. Dalam
sebuah keluarga, laki-laki mempunyai peran besar. Dalam sebuah agama
tertentu pun laki-laki mempunyai hak lebih banyak. Hal tersebut di atas
dialami oleh…..
Santo, berumur 35
tahun. Umur yang cukup matang. Ia hidup dalam keluarga yang sangat
sederhana. Ia berprofesi menjadi tukang ojek yang penghasilannya tak
menentu. Istrinya buruh cuci, tukang pijit, mengasuh bayi, pokoknya
pekerjaan rumah tangga orang lain ia sanggup mengerjakannya. Sudah 15
tahun ia menikah dengan istrinya, tetapi ia belum dikaruniai buah hati.
Walaupun hidupnya sangat sederhana ia sangat ingin mempunyai anak,
apalagi istrinya yang setiap hari mengasuh anak tetangganya yang
ditinggal ibunya bekerja.
“Gue udah kaga sabar
pengen punya anak dari darah daging gue.” Santo berujar kepada istrinya
yang sedang menyuapi anak tetangganya.
Sarni menghentikan kegiatan menyuapi, ia memandang suaminya yang sedang memperbaiki helm.
Ia berkata dengan tegasnya, “ Kita udah berulang kali membahas ini. Terserah lo. Lo kepala keluarga. Gue ga mau mikir!”
Santo hanya menghela
napas. Masalah anak memang sering dibahas. Kali ini Santo sudah bulat.
Ia mau menikah lagi. Dia sangat yakin istrinya tak akan marah karena ia
sudah sering disuruh ntuk menikah lagi. Keesokan harinya ia melamar
seorang gadis pilihan istrinya dan akhirnya sebulan kemudian Santo
menikah.
Tiga bulan berlalu
pernikahan Santo. Akhirnya istri mudanya hamil. Keluarga Santo mulai
berbeda suasananya. Penantian yang luar biasa bagi Santo dan Sarni.
Menjadi tukang ojek saja ia tidak bisa mencukupi keluarganya yang sudah
bertambah, apalagi akan tambah satu. Istrinya yang begitu kerja keras
mempersiapkan kelahiran anak dari istri kedua Santo.
Persalinan pun begitu
lancar. Santo dan Sarni begitu bahagia. Semenjak anaknya lahir, Santo
mulai jarang mengojek. Ia senang mengasuh anaknya itu. Sarnilah yang
kerja keras memenuhi kebutuhan keluarga barunya itu.
Sama halnya dengan
Ahmad. Ia mempunyai istri Ustadzah. Baru menikah tujuh tahun, ia sudah
memiliki lima orang anak. Begitu repotnya keluarga itu. Anak yang masih
kecil-kecil. Istri Ahmad sangat sibuk memberikan ceramah di mana-mana.
Ahmad pun bekerja sebagai karyawan. Ahmad kadang sangat miris melihat
istrinya sibuk membawa anak-anaknya yang belum bersekolah ikut kegiatan
ceramahnya. Apa boleh buat, hidup ini harus terus dijalani.
“Kang, nikah lagi aja ya?” bujuk istinya
Ahmad tak habis pikir
dengan istrinya itu. Ia memang sedang sibuk mencarikan Ahmad istri lagi.
Alasan istrinya adalah karena ia sudah tak sanggup lagi punya anak dan
memenuhi kebutuhan biologis Ahmad yang begitu besar. Keluarga Ahmad
memang sangat fanatik dengan namanya kontrasepsi. Menurut keyakinannya
bahwa apa pun alat kontrasepsinya sama saja dengan mengaborsi.
Akhirnya istrinya pun
mendapatkan gadis untuk menikah dengan Ahmad. Ahmad tak bisa berbuat
apa-apa. Ia cukup senang sekaligus bimbang dengan kehidupan yang akan
dijalaninya.
Lebih enak lagi Jaka.
Ia asli Betawi. Umurnya masih 29 tahun. Wajah tak terlalu ganteng tapi
ia sangat pintar merayu perempuan. Pekarjaan dia semrawutan.
Penghasilannya tak tetap.
“Gue bisnisman!” sombong Jaka pada temannya.
Jaka mempunyai istri
yang cantik. Istrinya menjadi manager di sebuah supermarket. Jaka pun
berniat mempunyai istri lagi. Ia mencurahkan keinginannya kepada
istrinya dengan kata-kata yang persuasif. Akhirnya istrinya luluh juga.
Bukan hanya dua istrinya sekarang. Ia mempunyai istri tiga karena ia
sangat mengagumi lagu Ahmad Dhani “Madu Tiga”. Jaka Memang luar biasa,
ketiga istrinya bekerja sehingga Jaka tak pernah sibuk untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan istrinya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar