Jumat, 16 Desember 2011

Jadi Lelaki Sederhana Itu Enak….

Menjadi lelaki Sederhana itu enak. Posisi yang begitu strategis dalam hidup ini. Mempunyai anak laki-laki menjadi sebuah kebahagian dalam sebuah keluarga pada komunitas tertentu. Laki-laki mempunyai harga mahal pada suku tertentu. Dalam sebuah keluarga, laki-laki mempunyai peran besar. Dalam sebuah agama tertentu pun laki-laki mempunyai hak lebih banyak. Hal tersebut di atas dialami oleh…..
Santo, berumur 35 tahun. Umur yang cukup matang. Ia hidup dalam keluarga yang sangat sederhana. Ia berprofesi menjadi tukang ojek yang penghasilannya tak menentu. Istrinya buruh cuci, tukang pijit, mengasuh bayi, pokoknya pekerjaan rumah tangga orang lain ia sanggup mengerjakannya. Sudah 15 tahun ia menikah dengan istrinya, tetapi ia belum dikaruniai buah hati. Walaupun hidupnya sangat sederhana ia sangat ingin mempunyai anak, apalagi istrinya yang setiap hari mengasuh anak tetangganya yang ditinggal ibunya bekerja.
“Gue udah kaga sabar pengen punya anak dari darah daging gue.” Santo berujar kepada istrinya yang sedang menyuapi anak tetangganya.
Sarni menghentikan kegiatan menyuapi, ia memandang suaminya yang sedang memperbaiki helm.
Ia berkata dengan tegasnya, “ Kita udah berulang kali membahas ini. Terserah lo. Lo kepala keluarga. Gue ga mau mikir!”
Santo hanya menghela napas. Masalah anak memang sering dibahas. Kali ini Santo sudah bulat. Ia mau menikah lagi. Dia sangat yakin istrinya tak akan marah karena ia sudah sering disuruh ntuk menikah lagi. Keesokan harinya ia melamar seorang gadis pilihan istrinya dan akhirnya sebulan kemudian Santo menikah.
Tiga bulan berlalu pernikahan Santo. Akhirnya istri mudanya hamil. Keluarga Santo mulai berbeda suasananya. Penantian yang luar biasa bagi Santo dan Sarni. Menjadi tukang ojek saja ia tidak bisa mencukupi keluarganya yang sudah bertambah, apalagi akan tambah satu. Istrinya yang begitu kerja keras mempersiapkan kelahiran anak dari istri kedua Santo.
Persalinan pun begitu lancar. Santo dan Sarni begitu bahagia. Semenjak anaknya lahir, Santo mulai jarang mengojek. Ia senang mengasuh anaknya itu. Sarnilah yang kerja keras memenuhi kebutuhan keluarga barunya itu.
Sama halnya dengan Ahmad. Ia mempunyai istri Ustadzah. Baru menikah tujuh tahun, ia sudah memiliki lima orang anak. Begitu repotnya keluarga itu. Anak yang masih kecil-kecil. Istri Ahmad sangat sibuk memberikan ceramah di mana-mana. Ahmad pun bekerja sebagai karyawan. Ahmad kadang sangat miris melihat istrinya sibuk membawa anak-anaknya yang belum bersekolah ikut kegiatan ceramahnya. Apa boleh buat, hidup ini harus terus dijalani.
“Kang, nikah lagi aja ya?” bujuk istinya
Ahmad tak habis pikir dengan istrinya itu. Ia memang sedang sibuk mencarikan Ahmad istri lagi. Alasan istrinya adalah karena ia sudah tak sanggup lagi punya anak dan memenuhi kebutuhan biologis Ahmad yang begitu besar. Keluarga Ahmad memang sangat fanatik dengan namanya kontrasepsi. Menurut keyakinannya bahwa apa pun alat kontrasepsinya sama saja dengan mengaborsi.
Akhirnya istrinya pun mendapatkan gadis untuk menikah dengan Ahmad. Ahmad tak bisa berbuat apa-apa. Ia cukup senang sekaligus bimbang dengan kehidupan yang akan dijalaninya.
Lebih enak lagi Jaka. Ia asli Betawi. Umurnya masih 29 tahun. Wajah tak terlalu ganteng tapi ia sangat pintar merayu perempuan. Pekarjaan dia semrawutan. Penghasilannya tak tetap.
“Gue bisnisman!” sombong Jaka pada temannya.
Jaka mempunyai istri yang cantik. Istrinya menjadi manager di sebuah supermarket. Jaka pun berniat mempunyai istri lagi. Ia mencurahkan keinginannya kepada istrinya dengan kata-kata yang persuasif. Akhirnya istrinya luluh juga. Bukan hanya dua istrinya sekarang. Ia mempunyai istri tiga karena ia sangat mengagumi lagu Ahmad Dhani “Madu Tiga”. Jaka Memang luar biasa, ketiga istrinya bekerja sehingga Jaka tak pernah sibuk untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan istrinya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar